Jakarta: Isu keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di sektor industri masih menjadi perhatian serius. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan RI, sebanyak 462.241 kasus kecelakaan kerja tercatat sepanjang Januari hingga Desember 2024.
Angka tersebut menunjukkan bahwa risiko kerja, khususnya di area terbatas dan berbahaya, belum tertangani secara menyeluruh.
Kecelakaan kerja tidak hanya disebabkan oleh faktor internal seperti kelalaian prosedur, kurangnya pelatihan, atau kondisi fisik pekerja. Namun juga oleh faktor eksternal, seperti paparan gas beracun, suhu ekstrem, kadar oksigen rendah, dan ruang kerja sempit (confined space).
Dalam lingkungan seperti ini, pendekatan terpadu antara sistem kerja yang baik dan perangkat keselamatan canggih sangat diperlukan.
Menjawab tantangan tersebut, dua perangkat keselamatan terbaru dikenalkan dalam sebuah workshop edukatif bertajuk Managing Risks: Confined Space Entry & Health and Safety at the Workplace yang digelar di Jakarta.
Acara ini menghadirkan solusi inovatif berupa detektor multi-gas portabel dan alat bantu pernapasan mandiri (SCBA), yang dirancang untuk melindungi pekerja dari gas berbahaya dan kekurangan oksigen.
Kedua perangkat ini dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan industri seperti minyak dan gas, tambang, konstruksi, hingga manufaktur. Tujuannya, meningkatkan akses dan adopsi teknologi keselamatan di lapangan dengan efisiensi yang tetap ekonomis.
Menurut praktisi Environment, Health & Safety (EHS), Emanuel Eko Haryanto, salah satu akar masalah dari kecelakaan kerja adalah ketidakkonsistenan dalam menjalankan Standard Operating Procedure (SOP) serta minimnya perlengkapan pendukung.
“Banyak kecelakaan terjadi di ruang terbatas karena SOP tidak dijalankan dengan baik, dan minim alat deteksi gas. Padahal gas seperti H?S bisa memicu ledakan atau keracunan. SCBA juga penting bila kadar oksigen rendah atau ada gas beracun,” ujar Eko.
Ia menekankan, selain teknologi, pelatihan dan kesiapsiagaan pekerja juga sangat penting. Simulasi rutin dan perlengkapan lengkap adalah kunci. Teknologi hanya efektif jika didukung kesiapan manusia.
Detektor multi-gas portabel yang dikenalkan mampu mendeteksi empat parameter penting: oksigen (O?), karbon monoksida (CO), hidrogen sulfida (H?S), dan gas mudah terbakar. Dengan desain ringan dan sensor tahan lama, alat ini cocok digunakan setiap hari oleh pekerja lapangan.
Sementara alat bantu pernapasan mandiri (SCBA) dirancang untuk kondisi ekstrem seperti paparan gas toksik atau kadar oksigen rendah. Dilengkapi dengan sistem harness ergonomis, bobot ringan, dan mobilitas tinggi, alat ini dirancang untuk kenyamanan dan keamanan maksimal.
Peluncuran ini juga sejalan dengan UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan standar ISO 45001:2018, yang menekankan perlunya pendekatan sistematis terhadap keselamatan kerja. Teknologi yang relevan dan edukasi berkelanjutan menjadi kunci dalam mengurangi angka kecelakaan kerja di masa depan.
Inovasi teknologi di sektor keselamatan kerja bukan sekadar pelengkap, melainkan komponen penting dalam menyelamatkan nyawa. Dengan menggabungkan perangkat keselamatan, pelatihan rutin, dan penerapan SOP yang konsisten, industri Indonesia diharapkan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman, sehat, dan berkelanjutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Angka tersebut menunjukkan bahwa risiko kerja, khususnya di area terbatas dan berbahaya, belum tertangani secara menyeluruh.
Kecelakaan kerja tidak hanya disebabkan oleh faktor internal seperti kelalaian prosedur, kurangnya pelatihan, atau kondisi fisik pekerja. Namun juga oleh faktor eksternal, seperti paparan gas beracun, suhu ekstrem, kadar oksigen rendah, dan ruang kerja sempit (confined space).
Dalam lingkungan seperti ini, pendekatan terpadu antara sistem kerja yang baik dan perangkat keselamatan canggih sangat diperlukan.
Teknologi keselamatan terbaru untuk area berisiko tinggi
Menjawab tantangan tersebut, dua perangkat keselamatan terbaru dikenalkan dalam sebuah workshop edukatif bertajuk Managing Risks: Confined Space Entry & Health and Safety at the Workplace yang digelar di Jakarta.
Acara ini menghadirkan solusi inovatif berupa detektor multi-gas portabel dan alat bantu pernapasan mandiri (SCBA), yang dirancang untuk melindungi pekerja dari gas berbahaya dan kekurangan oksigen.
Kedua perangkat ini dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan industri seperti minyak dan gas, tambang, konstruksi, hingga manufaktur. Tujuannya, meningkatkan akses dan adopsi teknologi keselamatan di lapangan dengan efisiensi yang tetap ekonomis.
Pentingnya edukasi dan SOP yang konsisten
Menurut praktisi Environment, Health & Safety (EHS), Emanuel Eko Haryanto, salah satu akar masalah dari kecelakaan kerja adalah ketidakkonsistenan dalam menjalankan Standard Operating Procedure (SOP) serta minimnya perlengkapan pendukung.
“Banyak kecelakaan terjadi di ruang terbatas karena SOP tidak dijalankan dengan baik, dan minim alat deteksi gas. Padahal gas seperti H?S bisa memicu ledakan atau keracunan. SCBA juga penting bila kadar oksigen rendah atau ada gas beracun,” ujar Eko.
Ia menekankan, selain teknologi, pelatihan dan kesiapsiagaan pekerja juga sangat penting. Simulasi rutin dan perlengkapan lengkap adalah kunci. Teknologi hanya efektif jika didukung kesiapan manusia.
Teknologi yang menjawab kebutuhan lapangan
Detektor multi-gas portabel yang dikenalkan mampu mendeteksi empat parameter penting: oksigen (O?), karbon monoksida (CO), hidrogen sulfida (H?S), dan gas mudah terbakar. Dengan desain ringan dan sensor tahan lama, alat ini cocok digunakan setiap hari oleh pekerja lapangan.
Sementara alat bantu pernapasan mandiri (SCBA) dirancang untuk kondisi ekstrem seperti paparan gas toksik atau kadar oksigen rendah. Dilengkapi dengan sistem harness ergonomis, bobot ringan, dan mobilitas tinggi, alat ini dirancang untuk kenyamanan dan keamanan maksimal.
Sejalan dengan regulasi nasional dan internasional
Peluncuran ini juga sejalan dengan UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan standar ISO 45001:2018, yang menekankan perlunya pendekatan sistematis terhadap keselamatan kerja. Teknologi yang relevan dan edukasi berkelanjutan menjadi kunci dalam mengurangi angka kecelakaan kerja di masa depan.
Inovasi teknologi di sektor keselamatan kerja bukan sekadar pelengkap, melainkan komponen penting dalam menyelamatkan nyawa. Dengan menggabungkan perangkat keselamatan, pelatihan rutin, dan penerapan SOP yang konsisten, industri Indonesia diharapkan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman, sehat, dan berkelanjutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)