COMMUNITY
Indonesia Kita Sajikan Perebutan Takhta di Lakon Musuh Bebuyutan
Patrick Pinaria
Selasa 28 November 2023 / 15:44
Jakarta: Menjelang pergantian tahun 2023, Indonesia Kita menyajikan pertunjukan ke-41 yang mengusung tema pertarungan politik antara dua pihak yang sebelumnya bersahabat. Pertunjukan berjudul “Musuh Bebuyutan” akan dipentaskan di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada 1-2 Desember 2023, pukul 20.00 WIB.
Lakon pertunjukan ini digarap oleh Agus Noor sebagai penulis dan direktur artistik, bersama dengan Butet Kartaredjasa selaku pendiri Indonesia Kita yang juga tampil sebagai aktor utama.
“Musuh Bebuyutan” mengisahkan hubungan seorang pemuda dan seorang perempuan yang bertetangga dan berteman baik. Namun sebuah peristiwa menjadikan keduanya berseteru dan berbeda pilihan politik. Permusuhan keduanya merembet ke mana-mana, membuat situasi kampung menjadi penuh kasak-kusuk. Imbasnya, masyarakat menjadi terbelah sikap. Ada yang mendukung si pemuda, ada juga yang mendukung si perempuan. Situasi di perkampungan itu makin memanas ketika lurah lama akan habis masa jabatannya, dan pemilihan lurah baru akan dilangsungkan. Akankah lurah lama tidak akan ikut cawe-cawe dalam pemilihan tersebut?
Indonesia Kita sebagai pertunjukan panggung yang bertekad menampilkan kekayaan seni tradisional, di pentas ke-41 ini akan menampilkan gaya pemanggungan yang terinspirasi pada kesenian lenong. Pilihan pemanggungan seperti ini untuk menggambarkan suasana perkampungan yang tenang dan akrab, tetapi kemudian menjadi penuh kehebohan. Gaya pemanggungan lenong juga akan membuat panggung pertunjukan menjadi lebih penuh dengan kejenakaan. Dengan kejenakaan itulah segala intrik, konflik, dan suasana permusuhan bisa ditampilkan secara penuh humor, dengan sindiran isu-isu politik yang dikemas dengan menarik. Peristiwa demi peristiwa yang menandai perseteruan, dikemas dengan gaya humor.
“Lenong adalah seni pemanggungan yang akrab. Di pertunjukan-pertunjukan lenong tradisional, para penonton bahkan bisa memberikan komentar dan berkomunikasi langsung dengan para pemain. Celetukan-celetukan spontan antara pemain dan penonton yang terjadi di pementasan lenong inilah yang membuat seni lenong bisa dikatakan sangat demokratis. Inilah yang ingin kita tampilkan di pertunjukan ini. Judulnya memang terkesan tegang ya, Musuh Bebuyutan. Namun inilah inti pertunjukan kali ini. Kami berharap, perbedaan pendapat itu tidak harus dijadikan permusuhan. Jadi pertunjukan ini bisa dikatakan persiapan dan upaya mengingatkan penonton Indonesia Kita, supaya perbedaan pilihan yang akan terjadi di tahun depan nanti, harus tetap dijalani dengan santai, seru, guyon, dan jangan terlalu serius,” ujar Agus Noor.
Sejalan dengan pesan Agus Noor melalui naskah yang ditulisnya ini, Butet Kartaredjasa juga menyampaikan harapan bahwa melalui pertunjukan seni, masyarakat Indonesia bisa lebih tenang dan kalem dalam menghadapi pesta demokrasi yang akan terjadi beberapa bulan ke depan.
“Negara ini tak ubahnya perkampungan dalam pertunjukan lenong. Ada yang tampil di atas panggung, menyajikan sandiwara, dan penonton bisa mengomentari penampilan mereka. Namun seperti biasa, apa pun komentar penonton, para pemain terus melanjutkan peran-perannya. Saya berharap, pertunjukan Indonesia Kita kali ini bisa mengingatkan masyarakat bahwa proses demokrasi kita seperti pertunjukan lenong. Publik bisa memberikan pendapat, namun tetap saja para aktor di atas panggung akan mengikuti jalannya skenario. Untuk itu, kita tidak perlu sampai harus berseteru, bermusuhan, dan saling benci, bahkan dengan saudara sendiri hanya karena perbedaan politik. Kita menikmati saja pertunjukan demokrasi nanti,” ujar Butet Kartaredjasa mengingatkan.
Lakon yang akan ditampilkan merupakan sebuah karya seni yang dihadirkan dengan sentuhan unik dan kental akan budaya dengan mengangkat kekayaan seni khas Betawi dalam format lenong. Dengan tema perebutan takhta dan kuasa, lakon ini tidak hanya menjadi hiburan semata, tetapi juga sebuah karya seni yang sarat pesan moral, dipadu dengan unsur komedi yang menghibur.
"Dalam setiap adegan, penonton akan disuguhkan nuansa kehidupan masyarakat Betawi yang khas, disertai gaya lenong yang membuat pertunjukan ini begitu istimewa. Melalui setiap dialog dan tingkah laku para karakter, lakon ini mengajak penonton untuk merenung, tertawa, dan pada akhirnya, mengambil hikmah dari cerita yang dihadirkan. Semoga pesan moral yang terkandung dalam pertunjukan ini dapat tersampaikan dan diterima dengan baik oleh para penikmat seni,” ujar Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian.
Untuk menyaksikan lakon "Musuh Bebuyutan," calon penonton harus membeli tiket. Berikut ini harga tiket:
Zona Oranye : Rp1 juta
Zona Hijau : Rp750 ribu
Zona Biru : Rp500 ribu
Zona Kuning : Rp350 ribu
Zona Merah : Rp200 ribu
Reservasi tiket silakan hubungi nomor telepon 081362222610 atau 081362222617. Informasi selengkapnya silakan kunjungi website www.kayan.co.id, akun Instagram @kayanproduction, Twitter @infoKAYAN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(ROS)
Lakon pertunjukan ini digarap oleh Agus Noor sebagai penulis dan direktur artistik, bersama dengan Butet Kartaredjasa selaku pendiri Indonesia Kita yang juga tampil sebagai aktor utama.
“Musuh Bebuyutan” mengisahkan hubungan seorang pemuda dan seorang perempuan yang bertetangga dan berteman baik. Namun sebuah peristiwa menjadikan keduanya berseteru dan berbeda pilihan politik. Permusuhan keduanya merembet ke mana-mana, membuat situasi kampung menjadi penuh kasak-kusuk. Imbasnya, masyarakat menjadi terbelah sikap. Ada yang mendukung si pemuda, ada juga yang mendukung si perempuan. Situasi di perkampungan itu makin memanas ketika lurah lama akan habis masa jabatannya, dan pemilihan lurah baru akan dilangsungkan. Akankah lurah lama tidak akan ikut cawe-cawe dalam pemilihan tersebut?
Baca juga: Sambut Pesta Elektoral, Indonesia Kita Usung Lakon Pertarungan Dunia Bawah Tanah pada Pentas ke-40 |
Indonesia Kita sebagai pertunjukan panggung yang bertekad menampilkan kekayaan seni tradisional, di pentas ke-41 ini akan menampilkan gaya pemanggungan yang terinspirasi pada kesenian lenong. Pilihan pemanggungan seperti ini untuk menggambarkan suasana perkampungan yang tenang dan akrab, tetapi kemudian menjadi penuh kehebohan. Gaya pemanggungan lenong juga akan membuat panggung pertunjukan menjadi lebih penuh dengan kejenakaan. Dengan kejenakaan itulah segala intrik, konflik, dan suasana permusuhan bisa ditampilkan secara penuh humor, dengan sindiran isu-isu politik yang dikemas dengan menarik. Peristiwa demi peristiwa yang menandai perseteruan, dikemas dengan gaya humor.
“Lenong adalah seni pemanggungan yang akrab. Di pertunjukan-pertunjukan lenong tradisional, para penonton bahkan bisa memberikan komentar dan berkomunikasi langsung dengan para pemain. Celetukan-celetukan spontan antara pemain dan penonton yang terjadi di pementasan lenong inilah yang membuat seni lenong bisa dikatakan sangat demokratis. Inilah yang ingin kita tampilkan di pertunjukan ini. Judulnya memang terkesan tegang ya, Musuh Bebuyutan. Namun inilah inti pertunjukan kali ini. Kami berharap, perbedaan pendapat itu tidak harus dijadikan permusuhan. Jadi pertunjukan ini bisa dikatakan persiapan dan upaya mengingatkan penonton Indonesia Kita, supaya perbedaan pilihan yang akan terjadi di tahun depan nanti, harus tetap dijalani dengan santai, seru, guyon, dan jangan terlalu serius,” ujar Agus Noor.
Sejalan dengan pesan Agus Noor melalui naskah yang ditulisnya ini, Butet Kartaredjasa juga menyampaikan harapan bahwa melalui pertunjukan seni, masyarakat Indonesia bisa lebih tenang dan kalem dalam menghadapi pesta demokrasi yang akan terjadi beberapa bulan ke depan.
“Negara ini tak ubahnya perkampungan dalam pertunjukan lenong. Ada yang tampil di atas panggung, menyajikan sandiwara, dan penonton bisa mengomentari penampilan mereka. Namun seperti biasa, apa pun komentar penonton, para pemain terus melanjutkan peran-perannya. Saya berharap, pertunjukan Indonesia Kita kali ini bisa mengingatkan masyarakat bahwa proses demokrasi kita seperti pertunjukan lenong. Publik bisa memberikan pendapat, namun tetap saja para aktor di atas panggung akan mengikuti jalannya skenario. Untuk itu, kita tidak perlu sampai harus berseteru, bermusuhan, dan saling benci, bahkan dengan saudara sendiri hanya karena perbedaan politik. Kita menikmati saja pertunjukan demokrasi nanti,” ujar Butet Kartaredjasa mengingatkan.
Baca juga: Indonesia Kita Gelar Lakon Legendaris Teater Koma, Penghormatan Bagi Nano Riantiarno |
Lakon yang akan ditampilkan merupakan sebuah karya seni yang dihadirkan dengan sentuhan unik dan kental akan budaya dengan mengangkat kekayaan seni khas Betawi dalam format lenong. Dengan tema perebutan takhta dan kuasa, lakon ini tidak hanya menjadi hiburan semata, tetapi juga sebuah karya seni yang sarat pesan moral, dipadu dengan unsur komedi yang menghibur.
"Dalam setiap adegan, penonton akan disuguhkan nuansa kehidupan masyarakat Betawi yang khas, disertai gaya lenong yang membuat pertunjukan ini begitu istimewa. Melalui setiap dialog dan tingkah laku para karakter, lakon ini mengajak penonton untuk merenung, tertawa, dan pada akhirnya, mengambil hikmah dari cerita yang dihadirkan. Semoga pesan moral yang terkandung dalam pertunjukan ini dapat tersampaikan dan diterima dengan baik oleh para penikmat seni,” ujar Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian.
Untuk menyaksikan lakon "Musuh Bebuyutan," calon penonton harus membeli tiket. Berikut ini harga tiket:
Zona Oranye : Rp1 juta
Zona Hijau : Rp750 ribu
Zona Biru : Rp500 ribu
Zona Kuning : Rp350 ribu
Zona Merah : Rp200 ribu
Reservasi tiket silakan hubungi nomor telepon 081362222610 atau 081362222617. Informasi selengkapnya silakan kunjungi website www.kayan.co.id, akun Instagram @kayanproduction, Twitter @infoKAYAN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)