Jakarta: Seorang bernama Gladys Enjelika Mokodompis menjadi korban kerugian yang diduga akibat kelalaian yang dilakukan oleh Rumah Sakit Siloam Semanggi. Korban diberi tahu bahwa ada 2 jarum patahan yang tertinggal di dalam tubuhnya.
Gladys sebagai korban berupaya meminta tanggung jawab kepada pihak rumah sakit karena khawatir akan kondisi kesehatannya.
"Awalnya mau menempuh pengobatan untuk sakit saya, wasir. Konsultasi dengan dokter MS, disarankan untuk operasi, tapi tidak laser, kita menggunakan stapler. Nah stapler ini dijadwalkan satu bulan kemudian karena kita menunggu siap," ujar Galdys kepada awak media saat ditemui di Jakarta, Senin, 28 April 2025.
"Singkat cerita dioperasi, tapi ada kendala di mana info pertama yang saya dengar ada patahan jarum yang tertinggal di tubuh saya. Tapi ketika didesak oleh pihak keluarga, karena kita sendiri panik karena dinyatakan boleh pulang, tapi jarum ini gimana. Akhirnya keluarga mendesak rumah sakit posisi jarumnya di mana," lanjutnya.
Jarum yang tertinggal di dalam tubuh korban terungkap ada di dekat dinding vagina. Korban panik dan melakukan beberapa kali CT Scan untuk memastikan keberadaan jarum tersebut.
Pemeriksaan lebih lanjut mengungkapkan bukan hanya patahan, melainkan dua jarum utuh tertinggal dalam tubuh Gladys. Siloam menjadwalkan operasi pengangkatan satu bulan kemudian, tetapi Gladys merasa cemas dan keberatan dengan penundaan tersebut.
Setelah berbagai pertemuan dan negosiasi yang dianggap Gladys tidak adil dan cenderung menyalahkan pasien, dan operasi pengangkatan jarum dilakukan, Siloam tetap bersikeras kejadian itu normal dan tidak perlu dilaporkan.
Kekecewaan atas penanganan kasus dan tawaran kompensasi Rp200 juta melalui WhatsApp dari tim kuasa hukum Siloam, akhirnya mendorong Gladys dan pengacaranya, Sadrakh Seskoadi, untuk menempuh jalur hukum.
"Ini bukan risiko medis, ini kelalaian. Kemudian, sebenarnya saat itu dari pihak keluarga tidak mau ke ranah hukum. Tapi ada paksaan untuk menandatangani surat ini dan juga setelah kami melakukan dan membuka negosiasi dengan Rumah Sakit, beberapa hal terjadi," beber Sadrakh.
Sidang perdana kasus tersebut (341/Pdt.G/2025/PN Tng) telah dimulai di Pengadilan Tangerang. Sadrakh menegaskan bahwa ini bukan risiko medis, melainkan kelalaian dari pihak rumah sakit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News