Jakarta: Bersama putrinya yang berusia tiga tahun, ibu tunggal, Ekawati, mengarungi lalu lintas Jakarta yang terkenal buruk dengan bajaj untuk mencari nafkah, sebagai salah satu dari semakin banyak perempuan Indonesia yang menekuni pekerjaan informal di luar rumah.
Bukan berarti Ekawati punya banyak pilihan – setelah suami pertamanya meninggal dan menceraikan suami keduanya, dia harus banting tulang untuk membayar sewa rumah dan menghidupi keempat anaknya, dengan menghasilkan sekitar Rp150.000 per hari.
“Mengendarai bajaj adalah cara tercepat mendapatkan uang. Saya sudah mencoba berbagai pekerjaan tapi ini yang paling nyaman,” kata perempuan berusia 42 tahun yang sudah kurang lebih 15 tahun mengemudikan bajaj sewaannya tersebut.
Putra sulungnya yang kini berusia 20 tahun harus putus sekolah dan bekerja sebagai kurir untuk membantunya, namun Ekawati mengatakan bahwa ia masih hidup dengan pendapatan pas-pasan, karena seluruh penghasilannya harus dikurangi untuk membayar sewa rumah sebesar Rp800 ribu menafkahi anak-anaknya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), 12,72 persen rumah tangga Indonesia pada 2022 memiliki perempuan pencari nafkah, sebagian besar berada di perkotaan. Sementara itu, jumlah perempuan ibu rumah tangga mulai menurun selama pandemi.
Pada saat yang sama, banyak perempuan Indonesia yang beralih ke pekerjaan informal di sektor jasa dan pertanian untuk menghidupi keluarga mereka menyusul berkurangnya prospek pekerjaan resmi selama masa pandemi Covid-19, menurut Bank Dunia.
Anak kedua Ekawati meninggal dunia karena sakit. Beruntung ia bisa menyekolahkan putranya di sekolah dasar dengan bantuan pendidikan gratis pemerintah setempat. Kini ia berupaya mendapatkan bantuan serupa untuk putranya yang lain yang duduk di bangku SMP.
“Saya harus mengendarai bajaj ini agar saya bisa memberi anak-anak saya makanan, pakaian, dan rumah yang layak,” kata Ekawati sambil berlinang air mata. “Saya berharap Allah memberi saya kesehatan. Saya juga berharap anak-anak saya sukses, tidak seperti saya.”
Bekerja di lingkungan yang didominasi laki-laki, Ekawati mengaku harus tangguh bertahan di jalanan, di mana pelecehan seksual dan pemerasan oleh preman sering kali terjadi.
“Suatu ketika ada penumpang yang meminta saya tidur dengannya seharga dengan membayar Rp500 ribu. Saya langsung memintanya keluar dari kendaraan,” ujarnya. "Sebagai seorang perempuan, saya tidak ingin menjadi lemah. Saya harus kuat karena saya mencari nafkah di jalanan. Tidak ada yang akan membantu saya, kecuali diri saya sendiri." AFP PHOTO/Adek Berry Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News