"Indonesia telah meningkatkan target penurunan emisi gas rumah kaca menjadi 31,89% unconditionally dan 43,20% conditionally," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya melalui keterangan tertulis yang diterima, Rabu, 26 Juni 2024.
Siti Nurbaya mengadakan pertemuan bilateral dengan Penasehat Senior Presiden AS untuk Kebijakan Perubahan Iklim Internasional (SPEC), John Podesta. Pertemuan berlangsung di Oslo, Norwegia, Senin, 24 Juni 2024.
Pertemuan antara Siti dan Podesta membahas komitmen dan upaya kedua negara untuk menguatkan ambisi iklim. Siti menyampaikan komitmen Indonesia untuk memperkuat target kontribusi yang ditetapkan secara nasional (NDC) dalam kerangka Perjanjian Paris.
"Target ini merupakan transisi menuju komitmen Second NDC (SNDC) yang akan diberlakukan bagi pencapaian target pengurangan emisi GRK pada 2031 sampai 2035," kata Siti.
Ambisi iklim kedua negara
Dalam perancangan SNDC, ambisi iklim Indonesia, selain aksi yang telah dikomitmenkan di dalam Enhanced NDC, akan memasukkan aksi mitigasi di bidang pertanian dan peternakan. Aksi mitigasi ini untuk mengurangi gas metana.Podesta menyampaikan pentingnya peran dan kerja sama dengan Pemerintah Indonesia dalam penurunan emisi gas rumah kaca di berbagai sektor. Dalam hal ini sektor energi melalui transisi energi, termasuk biomass energy serta sektor kehutanan dan penggunaan lahan.
"Strategi untuk mewujudkan komitmen NDC pada 2035 menjadi sangat penting dengan rencana yang terintegrasi," kata Podesta.
Podesta juga menyampaikan perhatian dan harapan dia untuk dapat segera terwujudnya investasi melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP). Skema JETP didorong untuk mendukung sektor transisi energi dengan investasi sebesar USD20 miliar (setara Rp300 triiun).
Pendanaan JETP berasal dari investasi publik dan swasta dalam bentuk hibah dan pinjaman bunga rendah. Skema JETP diharapkan dapat mempercepat dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan dengan target karbon biru dan bidang industri untuk mengurangi konsumsi hidrofluorokarbon (HFC).
Baca: Sidang SB UNFCCC Ke-60: Perdagangan Karbon Luar Negeri Harus dengan Otorisasi |
Menteri Siti menyampaikan Indonesia telah mempelajari dan berbagi pengalaman dengan United States Forest Service dalam penguatan kapasitas untuk mendukung implementasi strategi Folu Net Sink 2030. Indonesia juga bekerja sama dengan United States Environmental Protection Agency untuk pengembangan rencana aksi penurunan emisi gas rumah kaca, khususnya metana, dari sektor limbah.
Sepakat tangani emisi gas metana
Dalam pertemuan bilateral tersebut, Indonesia dan AS juga menyepakati rencana aksi penanganan emisi gas metana di sektor limbah melalui pengembangan methan capture. Prioritas lokasi diarahkan pada 35 tempat pembuangan akhir (TPA) sampah (landfill) yang mengalami kejadian kebakaran sebagai dampak musim panas yang luar biasa pada 2023.Selain itu, AS menawarkan kerja sama dalam pengembangan metode dan standar untuk inventarisasi padang lamun (seagrass) melalui dukungan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Kerja sama ini dimasukkan dalam kerangka Working Group 2 Task Force (Natural Capital and Ecosystem Services: FOLU, Mangroves, and Ocean) dan rencana penyelenggaraan Workshop mengenai Carbon Market pada Agustus 2024.
Baca: Transisi Energi Menjamin Masa Depan yang Adil dan Tangguh |
Pertemuan bilateral antara Indonesia dan AS dilaksanakan mengawali pertemuan Oslo Tropical Forest Forum (OTFF) yang dilaksanakan pada 25-26 Juni 2024. Pada kesempatan ini, Menteri LHK didampingi Dubes Indonesia untuk Kerajaan Norwegia, Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan, Dubes RI untuk Norwegia, dan Staf Senior Menteri LHK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News