Untuk itu, KPH Jawa yang terdiri atas 88 kelompok tani hutan pemegang izin perhutanan sosial dan organisasi masyarakat sipil ini mendukung kebijakan tersebut. Ada empat alasan kenapa KPH Jawa mendukung kebijakan KHDPK:
1. KHDPK tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya
KPH Jawa menyatakan KHDPK tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya. "SK ini sesuai dengan semangat Hak Menguasai Negara atas hutan sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945," kata Koordinator KPH Jawa, Edi Suprapto, Selasa, 11 Oktober 2022.Sehingga, kata Edi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai representasi dari negara menjalankan kewenangannya. Selain itu, lanjut dia, surat keputusan (SK) ini juga selaras dan tidak bertentangan dengan PP No 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
2. KHDPK memulihkan kerusakan hutan di Jawa
Edi melanjutkan alasan kedua adalah KHDPK bisa memulihkan kerusakan hutan di Jawa. KPH Jawa mendata setengah juta hektare hutan yang gundul di Jawa saat ini telah pulih sekitar 60 hingga 70 persen."Hal itu terjadi karena lahan hutan tersebut dikelola oleh masyarakat melalui skema perhutanan sosial," kata dia.
Sebagai contoh, kawasan hutan seluas 845 hektare di Desa Besole yang oleh Perhutani dibiarkan gundul selama bertahun-tahun. "Kini sebagian telah ditanami tanaman kayu berbagai jenis," ujar dia.
Contoh lain adalah di Pasuruan. Lahan hutan seluas 34 hektare yang bertahun-tahun dibiarkan gundul, saat ini telah berhasil ditanami oleh masyarakat dengan tanaman kayu pinus dan kayu lokal. Meliputi, sukun, klampok, nangka, serta tanaman buah seperti jambu, jeruk, lengkeng, dan kopi.
"Artinya, perhutanan sosial sebagai salah satu kepentingan KHDPK terbukti mampu memulihkan hutan di Jawa yang selama ini dibiarkan gundul oleh Perhutani," kata dia.
3. KHDPK meningkatkan produktivitas lahan
Alasan selanjutnya, KHDPK dinilai meningkatkan produktivitas lahan. Saat dikelola Perhutani, Edi mengatakan pengelolaan hutan tak optimal."Produktivitas lahan sangat rendah. Satu hektare lahan tiap tahun hanya menghasilkan pendapatan Rp1 juta dengan keuntungan sekitar Rp100 ribu," katanya.
Menurutnya, jumlah itu jauh dari produktivitas hutan rakyat yang dimiliki oleh petani maupun areal perhutanan sosial. Keuntungan yang diraih bisa mencapai jutaan rupiah setiap tahunnya.
"Selain memulihkan kondisi hutan Jawa, KHDPK juga dapat menghentikan relasi menindas antara Perhutani dan masyarakat desa hutan yang selama ini mengalami kekerasan, teror, dan perbudakan," lanjut dia.
4. KHDPK menyelesaikan konflik tenurial hutan Jawa
Di Jawa, saat ini terdapat 5.000 lokasi seluas 107.334 hektare areal hutan yang dipergunakan masyarakat sejak zaman kolonial Belanda. Sebanyak 35 persen untuk pertanian dan 65 persen berwujud pemukiman penduduk.Selama ini, kata Edi, para pemukim tidak memiliki kejelasan status kepemilikan atas tanahnya. Sehingga, mereka mengalami kerentanan serta sering mendapatkan ancaman dan label sebagai ‘penghuni liar’.
Edi mengatakan kebijakan KHDPK hadir untuk penataan dan pengukuhan kawasan hutan. Sehingga, para pemukim tersebut berpotensi mendapatkan kepastian hak atas tanah yang selama ini mereka hidupi.
Baca: KHDPK Buka Ruang Masyarakat Bertanggung Jawab atas Pelestarian Hutan
KPH Jawa minta pengadilan tolak gugatan Perhutani
Berdasarkan empat alasan itu, KPH Jawa lantas meminta Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta untuk menolak gugatan Perhutani atas kebijakan KHDPK. Karena, KPH Jawa menilai kebijakan yang tertuang di dalam Surat Keputusan Nomor 287 Tahun 2022 itu telah memenuhi prinsip keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum."Makanya kami menyerahkan Amicus Curiae (sahabat pengadilan) ke PTUN Jakarta. Ini sebagai masukan kami kepada majelis hakim PTUN Jakarta agar menolak gugatan serikat pekerja Perhutani dkk itu," kata dia.
Pada 5 April 2022, Menteri LHK mengeluarkan SK tentang KHDPK pada 1,1 juta hektare hutan produksi dan lindung di Jawa. Hutan tersebut selama ini dikelola Perum Perhutani.
KHDPK diperuntukkan bagi enam kepentingan, yaitu perhutanan sosial, penataan kawasan hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan, perlindungan hutan, dan pemanfaatan jasa lingkungan.
Serikat pekerja Perhutani lantas menggugat kebijakan KHDPK pada 10 Agustus 2022 ke PTUN Jakarta. Para penggugat tidak setuju hutan seluas 2,4 juta hektare yang selama ini dikelola Perum Perhutani dikurangi luasannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News