Demikian Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno, memaparkan pengalaman Indonesia mengelola keanekaragaman hayati, pada webinar peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh setiap 5 Juni.
Webinar yang diselenggarakan Food and Agriculture of the United Nations (FAO) di Roma itu mengambil tema Time for Nature. Turut sebagai panelis dari berbagai negara, antara lain Duta Besar Uni Eropa untuk FAO, Duta Besar Indonesia untuk Italia, perwakilan tetap Kolombia untuk FAO, ICRAF, CIFOR dan Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE).
Lebih lanjut, Wiratno menyampaikan hasil-hasil penelitian dan pekerja di lapangan yang berkerja sama dengan masyarakat sekitar kawasan hutan dalam melakukan bioprospeksi atau pemanfaatan sumber daya genetik yang mendukung kebutuhan pangan dan farmasi.
"Contoh penelitian Candidaspongia sp di TWA Teluk Kupang untuk antikanker dan penelitian mikroba berguna bagi tanaman di Taman Nasional Gunung Ciremai," tambahnya, dikutip dari Media Indonesia, Selasa, 9 Juni 2020.
Direktur Jenderal FAO, Qu Dongyu menyampaikan bahwa pandemi covid-19 telah menunjukkan ketergantungan sangat erat antara manusia, satwa, dan lingkungan.
"Bahkan kehilangan keanekaragaman hayati tidak hanya meningkatkan kerentanan manusia terhadap penyebaran penyakit, tetapi juga menjadi ancaman bagi sistem pangan, produksi pertanian, dan mata pencaharian masyarakat," ujarnya.
Secara terpisah, Manajer Kampanye Air, Pangan, Ekosistem Esensial, Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Wahyu Perdana mengatakan tidak semua negara memiliki kawasan ekosistem esensial.
Dia menegaskan keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia bukan diciptakan manusia. Kondisi itu merupakan berkah alam, sehingga menjaganya juga penting.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News