Penegasan itu disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar. UU Cipta Kerja, kata Siti, bahkan bisa mengurangi kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang tinggal di kawasan hutan.
"UU Cipta Kerja ini sekaligus menegaskan keberpihakan pemerintah kepada masyarakat dengan mengedepankan restorative justice (penyelesaian hukum di luar pengadilan)," kata Siti melalui keterangan tertulis, Kamis, 8 Oktober 2020.
Siti menjamin pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat yang bermukim di sekitar hutan tak akan dikenai sanksi pidana. Pelanggaran hanya akan dikenai sanksi administrasi.
"Masyarakat adat bahkan akan diikutkan dalam kebijakan penataan kawasan hutan, seperti hutan sosial, kemitraan konservasi, hingga TORA (tanah objek reforma agraria). Oleh karena itu, jelas bahwa dengan UU ini pemerintah berpihak kepada rakyat," katanya.
Siti melanjutkan UU Cipta Kerja juga penting dalam upaya menyelesaikan masalah menahun berkaitan dengan masalah-masalah konflik tenurial terkait kawasan hutan. UU ini juga menjamin perizinan berusaha.
Baca: Menteri LHK Bantah Perizinan Amdal Dihapus di UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja yang membahas mengenai lingkungan hutan terbagi atas dua bagian, yakni bagian persetujuan lingkungan yang menjadi persyaratan dasar perizinan berusaha; dan bagian perizinan berusaha serta kemudahan persyaratan investasi dari sektor kehutanan.
Keduanya ditarik dari tiga UU, yaitu UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News