Ketiga persoalan itu menjadi tantangan global yang sedang dihadapi saat ini. Delegasi RI menegaskan perlu kolaborasi serta kerja sama bilateral maupun multilateral guna mempertahankan masa depan planet Bumi agar tetap layak huni.
"Ketiga persoalan itu, bila didalami, maka akar masalahnya adalah indikasi kerusakan atmosfir. Baik dengan gejala hilangnya biodiversity ataupun dahsyatnya polusi. Ujungnya adalah kerusakan atmosfir dengan peningkatan emisi gas rumah kaca di tingkat global dan terjadinya perubahan iklim,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, saat memberikan bekal kepada Delegasi RI yang dikirim pada berbagai perundingan di COP28 Dubai, di Jakarta, Jumat, 4 Agustus 2023.
COP28 diikuti para anggota yang tergabung dalam The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) atau Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim. Konferensi ini menjadi momentum penting dalam aksi pengendalian peningkatan suhu bumi global. COP28 akan berfokus pada agenda iklim melalui course correct pada adaptasi, pendanaan iklim, dan loss and damage.
Fokus Indonesia
Siti menegaskan, selama hampir 9 tahun terakhir, Indonesia terus berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). Indonesia bahkan menyampaikan berbagai dokumen wajib ke Sekretariat UNFCCC, yakni:- Third National Communication,
- 2nd dan 3rd Biennial Update Report,
- First Nationally Determined Contribution (1st NDC),
- Updated NDC, dan
- Strategi Jangka Panjang Pembangunan Rendah Karbon Berketahanan Iklim 2050 (Long Term Strategy Low Carbon and Climate Resilience 2050).
"Pada 23 September 2022, Indonesia mempertajam target reduksi emisi GRK dari 29% menjadi 31,89% dengan kekuatan nasional, dan dari 41% menjadi 43,20% dengan dukungan internasional pada 2030,” kata Siti.
Suhu makin naik
Berdasarkan laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), dunia harus mengurangi emisi sebesar 45% pada 2030 dan mencapai emisi nol bersih pada 2050. Namun, pada 2022 UNFCCC merilis bahwa emisi global akan meningkat hampir 14% selama dekade ini. Bahkan, data UNFCCC 2023 memperlihatkan kebijakan saat ini membawa dunia ke kenaikan suhu 2,8°C pada akhir abad ini.Baru sebulan lalu, dunia memecahkan rekor suhu udara permukaan rata-rata global harian selama 4 hari berturut-turut pada 3 hingga 6 Juli 2023. Semua hari sejak saat itu menjadi lebih panas dari rekor sebelumnya, yaitu 16,80°C yang ditetapkan pada 13 Agustus 2016.
Hari terpanas terjadi pada 6 Juli 2023, ketika suhu rata-rata global mencapai 17,08°C, dan nilai yang tercatat pada 5 dan 7 Juli 2023 berada dalam kisaran 0,01°C.
Baca: Begini Cara COP28 Tangkis Perubahan Iklim
Untuk itu, meski pada Persetujuan Paris 2015 disepakati membatasi pemanasan global 1,5°C hingga 2°, UNFCCC dan Paris Agreement harus meningkatkan target penurunan emisinya untuk mendukung pencapaian pembatasan suhu global benar-benar hanya 1,5°C guna menutup gap emisi global.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News