Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Ini Dia Hambatan Pendanaan Transisi Energi

Annisa ayu artanti • 05 Juli 2023 15:12
Jakarta: Komitmen pendanaan transisi energi berkeadilan (Just Energy Transition Partnership/JETP) senilai USD20 miliar atau Rp314 triliun mendapat beragam tantangan. Salah satunya pengetahuan yang minim soal JETP membuat ruang partisipasi publik menjadi terbatas. 
 
Meskipun JETP mengangkat terkait urgensi pensiun dini PLTU batu bara dan percepatan transisi energi bersih, namun isu JETP masih belum dipahami sebagian besar masyarakat Indonesia. 
 
Riset yang dilakukan oleh CELIOS dengan melibatkan 1.245 orang responden yang tersebar secara nasional mengungkapkan terdapat 76 persen masyarakat yang tidak mengetahui adanya JETP. 
 
Berdasarkan sebaran wilayah, informasi terkait JETP lebih dipahami oleh masyarakat di Bali dibanding daerah lain. Hal ini mengindikasikan informasi JETP lebih dikaitkan event G20, sehingga persebaran informasi tindak lanjut komitmen transisi energi berkeadilan dipersepsikan belum merata.
 
“Hasil survei menunjukkan pemahaman masyarakat mengenai JETP masih sangat rendah dan cenderung terpusat pada masyarakat di wilayah dan kelas ekonomi tertentu," kata Direktur Eksekutif dan Ekonom CELIOS, Bhima Yudhistira dalam keterangan tertulis, Rabu, 5 Juli 2023.
 
Baca juga: Butuh Pembiayaan Inovatif Percepat Transisi Energi   
 
Survei CELIOS juga menunjukkan mayoritas atau 53 persen perempuan memiliki kecenderungan mendukung penutupan PLTU batu bara dan transisi ke EBT secara paralel. 
 
Namun sayangnya program transisi energi bisa terhambat karena masyarakat menilai terdapat sumber energi yang masih dominan. Sebanyak 32 pereen menyebut batu bara sebagai sumber penghambat transisi energi utama, disusul 26 persen minyak bumi, 26 persen nuklir dan 11 persen gas. 
 
Peneliti Unitrend, Ignatius Ardhana Reswara juga menegaskan hambatan utama transisi ke energi terbarukan adalah masih besarnya ketergantungan energi fosil, sehingga persepsi tentang JETP berkorelasi kuat dengan keinginan masyarakat untuk menutup PLTU. 
 
"Tanpa adanya penutupan PLTU dalam waktu cepat, dikhawatirkan percepatan transisi EBT akan tertunda. Dua hal tadi harus jalan paralel," ucap Ignatius. 
 
Dalam proses transisi masyarakat juga menilai penggunaan nuklir, co-firing PLTU, gasifikasi batu bara dan geothermal sebagai solusi yang harus dihindari. Salah satu alasannya terkait proses transisi energi perlu dijaga agar menerapkan prinsip berkeadilan dan tidak menimbulkan permasalahan lingkungan baru yang berisiko bagi masyarakat. 
 
Temuan menarik lain dari survei opini JETP adalah ketertarikan perempuan dalam pekerjaan yang berkaitan dengan transisi energi cukup rendah. Sebanyak 48 persen responden perempuan mengatakan tidak tertarik bekerja di sektor yang terkait transisi energi seperti energi terbarukan. 
 
“Ada bias gender dalam transisi energi yang perlu dicermati oleh pemerintah karena seolah transisi energi adalah pekerjaan laki-laki yang sifatnya teknis. Padahal perempuan bisa terlibat juga misalnya dalam pengembangan instalasi panel surya skala rumah tangga dan pembangkit mikro-hidro," kata Bhima.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ANN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan