Petani karet swadaya. Foto: MI.
Petani karet swadaya. Foto: MI.

Proyek GIZ GRASS Berhasil Mendongkrak Pendapatan Petani Swadaya

Arif Wicaksono • 19 November 2025 10:14
Jakarta: Di tengah meningkatnya dampak perubahan iklim dan krisis global, petani swadaya menghadapi tantangan dan kerentanan yang makin besar. 
 
Proyek GRASS (Greening Agricultural Smallholder Supply Chains) mendorong keanekaragaman produksi pertanian petani swadaya guna menciptakan sistem pertanian yang lebih stabil, lebih kuat secara biologis, dan tangguh terhadap perubahan iklim. 
 
 

Dengan mempromosikan praktik seperti permakultur dan agroforestri, proyek ini telah meningkatkan kesuburan tanah, konservasi air, dan keanekaragaman hayati, sekaligus membuka peluang pendapatan baru bagi petani.
 
Proyek GRASS, yang diimplementasikan oleh GIZ (Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit) dan didanai oleh BMZ (Kementerian Federal Jerman untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan) itu memberi penekanan pada akses pasar, sistem penyuluhan pertanian, dan pemanfaatan teknologi digital untuk pertanian yang berkelanjutan. 

Dengan mendorong diversifikasi, ketahanan, dan inovasi, proyek ini telah memberdayakan petani swadaya dan memperkuat rantai pasok pertanian berkelanjutan di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. 
 
Pendekatan yang terbukti berhasil meningkatkan ketahanan petani swadaya ini juga dibagikan kepada pemangku kepentingan pertanian lain untuk diimplementasikan dalam skala yang lebih luas di luar Kapuas Hulu.
 
Dalam paparannya, Country Director GIZ untuk Indonesia, Hans-Ludwig Bruns, menjelaskan program yang dijalankan pihaknya saat ini berfokus penuh di Kampung Sulu dijalankan dengan pendanaan sebesar 4 juta euro untuk periode tiga tahun. 
 
Untuk mengukur dampak program secara objektif, tim melakukan baseline survey di awal proyek dan endline survey di akhir masa implementasi. Survei ini tidak dilakukan oleh internal, melainkan oleh konsultan independen.
 
Survei awal mengukur pendapatan per kepala keluarga di Kampung Sulu, kemudian dibandingkan kembali pada akhir proyek. Hasilnya menunjukkan adanya kenaikan pendapatan yang signifikan. 
 
“Secara rata-rata, pendapatan masyarakat meningkat 23,6% dalam rupiah,” kata dia yang jika dikonversi ke dolar AS, peningkatan pendapatan tercatat lebih rendah, yakni 15,7%, akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar beberapa tahun terakhir. 
 
Menurutnya, data tersebut menggambarkan statistik kenaikan pendapatan, namun kondisi di lapangan bisa dijelaskan lebih detail oleh perwakilan masyarakat setempat
 
Selama tiga tahun terakhir, GRASS telah memberi pelatihan kepada 1.100 petani swadaya untuk mempraktikkan cara Bertani yang tangguh, meningkatkan pendapatan 600 rumah tangga petani swadaya serta menyediakan bantuan teknis kepada lebih dari 500 petani dalam mengadopsi praktik pertanian yang tangguh dan cerdas iklim.
 
Dia menyoroti semakin tidak menentunya kondisi iklim yang kini dirasakan langsung oleh para petani, khususnya di Kabupaten Kapuas Hulu. Ia menyebut pola cuaca saat ini jauh lebih sulit diprediksi. 
 
“Musim kemarau bisa berlangsung lebih panjang dari seharusnya, lalu hujan datang dengan intensitas yang jauh lebih besar. Ini memicu banjir dan longsor, dan petani adalah pihak yang paling terdampak,” ujarnya.

Dua pendekatan utama 

Untuk menjawab tantangan tersebut, program GRAS memberikan dua pendekatan utama bagi petani yakni adaptasi terhadap perubahan iklim dan kontribusi untuk mitigasi. Adaptasi dilakukan melalui pelatihan praktik-praktik pertanian seperti agroforestry, permakultur, dan regenerative agriculture. Pendekatan ini membantu petani mempertahankan hasil panen meski kondisi alam semakin berubah.
 
Selain adaptasi, praktik-praktik tersebut juga memberi dampak pada mitigasi perubahan iklim. Tanah mampu menyerap dan menyimpan karbon sehingga emisi gas rumah kaca dapat ditekan. 
 
“Dengan regenerative agriculture, karbon tetap tersimpan di dalam tanah dan tidak terlepas ke atmosfer. Ini membantu mencegah kondisi iklim yang semakin ekstrem ke depan,” jelasnya.
 
Situasi iklim ekstrem di Kapuas Hulu kian terasa. Dalam beberapa bulan terakhir, suhu dinilai lebih panas dari biasanya dan kejadian banjir lebih cepat muncul dibanding tahun-tahun sebelumnya. Ia juga menyoroti kondisi sungai yang makin dangkal akibat sedimentasi, sehingga kapasitas tampung air menurun dan banjir lebih mudah terjadi.
 
Menurutnya, pemerintah dan masyarakat berkomitmen untuk bekerja bersama mendukung upaya-upaya adaptasi dan perlindungan lingkungan agar Kapuas Hulu dapat menghadapi tekanan perubahan iklim yang semakin berat.
 
Direktur Tanaman Kelapa Sawit dan Aneka Palma Kementerian Pertanian Baginda Siagian, menyatakan dengan mempromosikan praktik pertanian yang berkelanjutan dan terdiversifikasi, GRASS telah berkontribusi langsung pada agenda nasional pengembangan budidaya tanaman perkebunan yang tangguh terhadap iklim serta berkelanjutan.
 
Perwakilan BMZ di Kedutaan Besar Jerman di Jakarta, Angelika Stauder, menyampaikan proyek GRASS menggambarkan komitmen kuat Jerman mendukung upaya Indonesia menuju pertanian yang berkelanjutan dan tangguh iklim. 
 
“Melalui pemberdayaan petani swadaya dan promosi rantai pasok yang bertanggung jawab, GRASS berkontribusi pada tujuan kerja sama kedua negara, yaitu melindungi lingkungan dan meningkatkan mata pencaharian masyarakat pedesaan” tegas dia. 

Manfaat bagi Petani 

Seorang perwakilan petani  A.M. Maskur menjelaskan program yang dijalankan tidak hanya memberikan manfaat dari sisi harga jual, tetapi juga peningkatan kapasitas dan pengetahuan petani. Ia mengakui bahwa para petani sulit menghitung persentase kenaikan pendapatan secara pasti, namun selisih harga yang diterima cukup terasa. 
 
“Kalau kami jual ke tengkulak biasanya hanya Rp9.000 sampai Rp10.000 per kilogram. Tetapi lewat proyek ini, kami bisa dapat harga hingga Rp16.000,” ujarnya.
 
Menurutnya, harga tersebut masih dapat meningkat tergantung pada grade dan perubahan nilai FOB yang fluktuatif setiap hari. 
 
“Jadi harganya bisa sampai lebih dari Rp20.000 tergantung FOB. Itu berubah setiap hari,” katanya.
 
Meski demikian, ia menegaskan bahwa bagi para petani, keuntungan terbesar bukan semata soal harga. Hal yang paling berdampak adalah peningkatan kapasitas yang diberikan melalui program tersebut. Para petani diberi kesempatan untuk belajar langsung di pusat penelitian karet, termasuk Balai Penelitian Karet di Palembang. 
 
“Kami belajar langsung dari ahlinya. Petani-petani yang dipilih dari tiap daerah bisa membawa pulang ilmu dan menularkannya ke petani lain,” jelasnya.
 
Peningkatan kapasitas ini dinilai jauh lebih berharga karena produksi karet lokal di wilayah mereka masih rendah. Hal itu disebabkan penggunaan klon lokal yang produktivitasnya belum setinggi karet dari Thailand atau Vietnam. Setelah mendapat pelatihan dan akses pada klon unggulan dari pusat penelitian, para petani kini memiliki peluang untuk meningkatkan kualitas kebunnya.
 
Acara penutupan GRASS juga menampilkan pameran produk-produk petani swadaya yang didukung, serta diakhiri dengan diskusi panel dan dialog yang mengeksplorasi sinergi peningkatan skala capaian proyek, untuk memastikan pelajaran yang dipetik dari proyek GRASS terus memperkuat ketahanan ekonomi dan lingkungan masyarakat perdesaan di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, dan di daerah lain di Indonesia.
 
GRASS adalah kelanjutan dari proyek sebelumnya, SASCI (Sustainable Agricultural Supply Chains in Indonesia) (2020-2022), dan dibangun berdasarkan pencapaian serta pengalaman yang diperoleh dari proyek tersebut. Acara hari ini menandai puncak dari kemitraan selama enam tahun (2020–2025) antara GIZ dengan Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan