"Penerapan carbon governance akan menempatkan secara tepat sasaran aksi iklim dan nilai ekonomi karbon untuk kepentingan nasional," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya melalui pernyataan tertulis, Kamis, 9 Mei 2024.
Siti menyebut Peraturan Presiden No 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon merupakan refleksi kedaulatan sumber daya alam dengan nilai akhir yaitu karbon. Menurut dia, aturan itu harus menjadi pegangan nasional.
Siti mengatakan ada 5 faktor yang membuat peran pelaku bisnis amat penting dalam hal ekonomi karbon dan perubahan iklim. Kelimanya adalah:
- bisnis memiliki material yang cukup banyak;
- bisnis memiliki kekuatan finansial dan teknologi; 3) bisnis memiliki mobilitas trans-nasional dan menjadi konduktor pengembangan teknologi di dunia;
- bisnis dapat menjadi sentral dalam implementasi penurunan emisi, di antaranya dengan aksi radikal dalam hal teknologi; serta
- bisnis merupakan mesin pertumbuhan.
Jangan sembrono
Siti menegaskan perilaku sembrono atas offset karbon hutan dapat berimplikasi pada pengurangan kawasan hutan yang berpindah ke luar negeri tanpa terkendali. Hal ini berimplikasi pada hilangnya kawasan negara karena hilangnya yurisdiksi kewenangan pengaturan wilayah atau kawasan negara tersebut akibat kontrak swasta atau korporat berkenaan dengan kontrak dagang karbon yang mereka lakukan dengan land management agreement.Baca: Dagang Karbon Wajib Urus SRN, Begini Tata Cara dan Biayanya |
Terkait ancaman hilangnya kawasan negara, KLHK sudah menangani kasus yang membahayakan kedaulatan negara. Menurut dia, hal tersebut harus diambil tindakan dan diberikan sanksi.
Siti juga mengingatkan agar penerapan metode sertifikasi karbon tidak sembrono dan tanpa kendali Pemerintah. Hal ini akan dapat berimplikasi pada “melayangnya” yuridiksi teritori wilayah.
"Dalam skala yang masif, bukan tidak mungkin kita hanya akan memiliki negara tanpa wilayah, atau virtual country," kata Siti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News