"Faktor penting dalam hal perdagangan karbon secara internasional adalah integritas lingkungan yang harus dijaga dari nilai karbon yang diperdagangkan," kata Siti melalui keterangan tertulis, Senin, 6 Mei 2024.
Siti menjelaskan faktor-faktor untuk nilai integritas lingkungan yang dimaksud, yakni dalam proses inventarisasi dan pengukuran emisi gas rumah kaca (GRK). Kriteria pengukuran itu meliputi transparansi, akurasi, konsistensi, kelengkapan, dan komparabel.
Siti mengatakan integritas itu perlu dijaga untuk menghindari adanya green washing serta 'karbon hantu'. Untuk itu, pemerintah Indonesia telah mengatur secara ketat regulasinya.
Siti menjelaskan Indonesia dalam posisi menjaga kelestarian mandat Pasal 28H dan mandat kemakmuran rakyat Pasal 33 UUD 1945. Secara internasional, Indonesia juga telah meratifikasi konvensi internasional dari COP ke COP UNFCCC.
"Semua aturan itu harus dihormati dan menjadi panduan," kata Siti.
Khusus perdagangan karbon, Siti menjelaskan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 telah mengatur tentang Nilai Ekonomi Karbon dan tata cara teknisnya. Perdagangan karbon juga telah diatur dalam aturan pelaksanaan dengan Peraturan Menteri LHK.
Baca: Dagang Karbon Wajib Urus SRN, Begini Tata Cara dan Biayanya |
Pernyataan Siti ini menyikapi adanya dugaan penyesatan informasi mengenai perdagangan karbon dalam sebuah forum bisnis yang diselenggarakan di Singapura. Informasi yang dimaksud adalah mengenai insentif dari aksi iklim berkenaan dengan nilai ekonomi karbon.
"Diskursus dalam forum bisnis di Singapura tersebut jelas telah menegasikan upaya-upaya pemerintah dalam mengatur perdanganan karbon. Informasi ini jelas menyesatkan dan mengancam kedaulatan negara," kata Siti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News