"Ada 11 aksi mitigasi sektor FOLU (Forestry and Other Land Uses) yang harus ditekankan," kata Ruandha dalam seminar nasional dan Rapat Pimpinan Wilayah (Rapimwil) Persatuan lnsinyur Indonesia (Pll) Wilayah Aceh 2023 di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Sabtu, 14 Oktober 2023.
Kesebelas aksi mitigasi itu meliputi:
- Pengurangan Laju Deforestasi Lahan Mineral,
- Pengurangan Laju Deforestasi Lahan Gambut,
- Pengurangan Laju Degradasi Hutan Lahan Mineral,
- Pengurangan Laju Degradasi Hutan Lahan Gambut,
- Pembangunan Hutan Tanaman,
- Sustainable Forest Management,
- Rehabilitasi Dengan Rotasi,
- Rehabilitasi Non-Rotasi,
- Restorasi Gambut,
- Perbaikan Tata Air Gambut, dan
- Konservasi Keanekaragaman Hayati.
Mengenai capaian FOLU Net Sink 2030, Ruandha juga mengatakan ada enam hal yang harus diperhatikan. Keenamnya adalah:
- Pengurangan emisi dari deforestasi dan lahan gambut (dekomposisi gambut dan kebakaran gambut);
- Peningkatan kapasitas hutan alam dalam penyerapan karbon (melalui pengurangan Degradasi dan meningkatkan Regenerasi);
- Restorasi dan perbaikan tata air gambut;
- Restorasi dan rehabilitasi hutan (pengayaan tanaman/peningkatan serapan karbon);
- Pengelolaan hutan lestari; dan
- Optimalisasi lahan tidak produktif untuk pembangunan hutan tanaman dan tanaman perkebunan.
"Selain itu ada tiga hal yang juga perlu mendapat perhatian, yakni berbagai instrumen kebijakan baru, pengendalian sistem monitoring, serta evaluasi dan pelaksanaan komunikasi publik," kata Ruandha.
Dia mengatakan target tingkat emisi gas rumah kaca -140 Juta Ton CO2e pada 2030 itu diukur berdasarkan manajemen kehutanan berkelanjutan (sustainable forest management), tata kelola lingkungan (environmental governance), dan tata kelola karbon (carbon governance).
"Upaya Indonesia untuk mencapai Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 perlu diikuti juga dengan alokasi lahan yang selektif dan terkontrol untuk pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang adil dan merata bagi masyarakat Indonesia," kata Ruandha.
FOLU Net Sink 2030 adalah sebuah kondisi yang ingin dicapai melalui penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan. Selain itu, kondisi tingkat serapan berada pada tingkat yang sama atau lebih tinggi dari tingkat emisi.
Mengatur perdagangan karbon
Dalam seminar itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyampaikan keynote speech secara tertulis. Pernyataannya dibacakan Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, KLHK, Hanif Faisol Nurofiq.Siti mengatakan target penurunan emisi karbon itu sudah diatur dalam berbagai peraturan. Peraturan tersebut adalah Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon; dan Peraturan Menteri LHK Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon.
Untuk mengatur perdagangan karbon sektor kehutanan, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Menteri LHK Nomor 7 Tahun 2023 tentang Tata Cara Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan. Pada aturan itu tertulis perdagangan karbon terdiri atas dua mekanisme, yaitu perdagangan emisi dan offset emisi GRK.
"Bursa Karbon sudah diluncurkan oleh Presiden Jokowi pada 26 September 2023," kata Siti.
Baca: BMKG Ingatkan Peningkatan Emisi Gas Rumah Kaca Dapat Memicu Krisis Air
Perdagangan karbon, lanjut Siti, merupakan mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK). Pengurangan emisi dilakukan melalui kegiatan jual beli bukti kepemilikan karbon dalam bentuk sertifikat yang dinyatakan dalam 1 (satu) ton CO2.
Siti juga mengatakan Persatuan Insinyur Indonesia dapat memainkan peran penting dalam pembangunan LHK.
"Insinyur Kehutanan adalah profesi penting dalam transisi menuju net zero emission (NZE) melalui sejumlah penemuan atau inovasi dan implementasinya,” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News