Ilustrasi: Pembuatan bahan bangunan dari limbah PLTU. Foto: MI
Ilustrasi: Pembuatan bahan bangunan dari limbah PLTU. Foto: MI

KLHK: Hasil Pengujian, Abu PLTU Tak Penuhi Kategori B3

Antara • 15 Maret 2021 21:53
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan, dari hasil pengujian, limbah abu batu bara hasil pembakaran Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) bukan termasuk kategori bahan berbahaya dan beracun (B3). Pengujian dilakukan melalui sejumlah tes.
 
"Kami melakukan tes terhadap limbah batu bara yang berasal dari PLTU. Hasilnya, fly ash dan bottom ash (FABA) itu tidak memenuhi limbah B3," kata Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, dalam taklimat media virtual, Senin, 15 Maret 2021.
 
Berdasarkan pengujian karakteristik, lanjut Vivien, abu sisa pembakaran batu bara di PLTU tidak memiliki sifat mudah menyala. FABA juga bersifat tidak mudah meledak, tidak reaktif sianida dan sulfida, tidak korosif, dan memenuhi baku mutu toxicity characteristic leaching procedure (TCLP) serta pengujian konsentrasi logam berat.

"Hasil pengujian FABA di 19 unit PLTU menunjukkan bahwa baku mutu masih sesuai Lampiran III PP Nomor 101 Tahun 2014/ Lampiran XI PP Nomo 22 Tahun 2021," kata dia.
 
Lebih lanjut, KLHK juga menggamit hasil dari Kajian Risiko Kesehatan Manusia (Human Health Risk Assessment/HHRA) yang pernah dilakukan oleh PLTU Painto 1 dan 2. Kajian ini untuk mengetahui potensi risiko bagi pekerja yang terpapar FABA. 
 
"Hasilnya, tidak ada parameter yang melebih nilai referensi toksisitas (toxicity reference value) yang ditentukan Kementerian Ketenagakerjaan," kata Vivien.
 
Vivien memastikan dikategorikannya limbah abu batu bara PLTU ke limbah non-B3 tak akan membuat pemerintah lengah. KLHK akan tetap mempertahankan pengelolaan yang sesuai dengan standar.
 
Sebelumnya, pemerintah memutuskan mengeluarkan FABA PLTU dari kategori limbah B3. Hal ini terlampir dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja.
 
Menanggapi hal tersebut, dalam kesempatan terpisah, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyayangkan keputusan tersebut. Analisis Walhi, jika FABA tidak dikelola dengan benar, akan akab berpengaruh terhadap masyarakat di sekitar situs PLTU.
 
Walhi mendorong FABA PLTU tetap dimasukkan dalam kategori B3 dan dapat dimanfaatkan setelah melalui pengujian karakteristik spesifik berdasarkan sumber masing-masing limbah. Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati menyoroti adanya potensi polusi udara jika tidak terjadi pengelolaan FABA yang tidak sesuai standar.
 
"Menurut penelitian Universitas Harvard, Amerika Serikat, penderita covid-19 yang tinggal di daerah-daerah dengan pencemaran udara tinggi memiliki potensi kematian lebih tinggi dibandingkan penderita 19 yang tinggal di daerah yang kurang terpolusi. Apa lagi, kelompok masyarakat yang berdiam di sekitar PLTU batu bara kebanyakan adalah masyarakat yang rentan secara sosial-ekonomi," ujar Nur Hidayati.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan