Ilustrasi. Foto: Medcom.id/Kautsar Widya Prabowo.
Ilustrasi. Foto: Medcom.id/Kautsar Widya Prabowo.

Kadin Ajak OJK dan Lembaga Keuangan Gerak Cepat Dukung NZE 2060

Medcom • 18 Maret 2022 22:52
Jakarta: Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menyampaikan peta jalan proyek Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia sudah dikeluarkan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Kementerian ESDM melalui RUPTL 2021-2030. Pembangkit EBT pun menjadi menu utama RUPTL tersebut.
 
Hal ini disampaikan Ketua Komite Tetap Energi Baru dan Terbarukan Kadin Muhammad Yusrizki saat menjadi salah satu narasumber yang diundang oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dalam acara Forum Bisnis Net Zero Emission. Salah satu topik tersebut terkait pembiayaan untuk proyek-proyek EBT, baik publik melalui APBN maupun pembiayaan swasta melalui lembaga pembiayaan.
 
"Terkait minat dan partisipasi sektor swasta saya meyakini tidak perlu diragukan. Porsi EBT dalam RUPTL tidak akan kekurangan peminat dari sektor swasta. Kunci berikutnya adalah bagaimana sektor jasa pembiayaan memainkan peran serta aktif untuk mendukung ekseksi proyek-proyek EBT yang landasannya sudah disusun via RUPTL. Pada konteks ini Kadin mengharapkan perhatian dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk duduk bersama-sama dengan sektor swasta," jelas Yusrizki, Jumat, 18 Maret 2022.

Yusrizki melanjutkan, OJK idealnya melanjutkan taksonomi hijau yang sudah disusun kepada sebuah metode risk-based adjustment untuk mulai membentuk ekosistem green financing di industri pembiayaan Indonesia.
 
"Salah satu langkahnya, Kadin meminta pertimbangan OJK dengan Menyusun Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) khusus untuk pembangkit-pembangkit EBT yang memiliki kontrak dengan PLN. Bagi perbankan, ATMR ini akan turut menentukan tingkat suku bunga yang harus dibayar oleh pengembang. Jika dilihat dari tingkat suku bunga, saat ini tidak terlihat perbedaan antara pembiayaan untuk kredit properti dengan kredit untuk pembiayaan EBT," ungkapnya.
 
Yusrizki menambahkan, jika diperlukan, perbankan dapat mempertimbangkan untuk membuat sebuah klasifikasi kredit khusus EBT. Sektor properti memiliki klasifikasi KPR dan KPA untuk konsumen dan Kredit Yasa Griya (KYG) untuk pembiayaan khusus pengembang. Dengan memiliki klasifikasi seperti ini, perbankan dapat melakukan analisis risiko yang lebih terfokus terkait properti-properti yang akan diberikan pembiayaan.
 
Faktor ini yang tidak dimiliki oleh sektor EBT, sehingga sering kali analisis risiko untuk sektor EBT disamaratakan dengan sektor non-EBT. Yang lebih parah apabila analisis risiko pembangkit EBT disamakan dengan risiko pembangkit fosil seperti PLTD, PLTG, atau PLTU.
 
Mewakili Kadin, Yusrizki mengajak OJK, SMI, dan lembaga pembiayaan baik BUMN dan non-BUMN untuk bergerak cepat membangun sebuah pola pandang dan pembiayaan khusus proyek EBT.
 
"Di tahun ini PLN akan membuka pengadaan untuk proyek de-dieselisasi yang akan memberikan volume besar bagi pergerakan EBT di Indonesia. Akan sangat ideal apabila sektor jasa keuangan turut berperan serta secara aktif dengan melihat dan merancang pola pembiayaan mulai dari proyek de-dieselisasi ini," papar Yusrizki.
 
Selain itu, Yusrizki juga menyarankan lembaga pembiayaan, khususnya perbankan, mengikut langkah SMI untuk melakukan net zero pledge.
 
"Langkah perbankan untuk masuk ke dalam net zero pledge akan menjadi salah satu katalis bagi percepatan investasi terkait net zero. Salah satu aspek net zero pledge bagi perbankan adalah dengan memperhitungkan emisi atas portofolio kredit mereka, atau Scope 3 sesuai definisi dari GHG Protocol. Net zero dalam kerangka portofolio kredit artinya jika perbankan memiliki satu portofolio kredit, misalnya untuk batu bara, maka bank tersebut harus menyeimbangkan portofolio kredit tersebut dengan dua atau tiga proyek EBT," tutup Yusrizki.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan