Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Putu Supadma Rudana
Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Putu Supadma Rudana

BKSAP DPR: Keuntungan Transisi Ekonomi Hijau Bisa Capai USD26 Triliun di 2030

Al Abrar • 03 November 2022 15:27
Jakarta: Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Putu Supadma Rudana mengatakan saat ini dunia sedang menyaksikan efek dari perubahan iklim. Menurut dia, gelombang panas, kebakaran hutan hingga kekeringan berkepanjangan di antara konsekuensi lain dari perubahan iklim.
 
Tentu, kata Putu, hal ini telah menjadi salah satu pendorong utama rusak dan hilangnya keanekaragaman hayati, serta membahayakan lingkungan masyarakat. Hal itu disampaikan Putu pada Sidang Utama Tahunan Forum Parlemen Asia-Pasifik ke-30 (APPF) di Bangkok Thailand.
 
"Untuk tujuan ini, mengubah perilaku ekonomi kita dari ekonomi berbasis eksploitasi menuju ekonomi hijau berkelanjutan bisa menjadi strategi yang patut diperjuangkan," kata Putu melalui keterangan resminya, Kamis, 3 November 2022.

Putu menilai hal ini memberikan strategi penting untuk mengendalikan dampak perubahan iklim serta melindungi keanekaragaman hayati, dan pada saat yang sama membuka peluang bagi pengembangan sosial dan ekonomi.
 
Baca: BKSAP DPR: Penghapusan Ketimpangan Kesehatan Harus Diprioritaskan di Asia-Pasifik
 
Karena, kata Putu, Organisasi Buruh Internasional atau International Labor Organization (ILO) memperkirakan pendekatan ekonomi hijau dapat menghasilkan 24 juta lapangan pekerjaan baru di seluruh dunia pada 2030.
 
"Penelitian terkini menunjukkan transisi menuju ekonomi hijau dapat menghasilkan keuntungan ekonomi sebesar USD26 triliun pada 2030, jauh lebih besar jika dibandingkan dengan skenario bisnis seperti biasa," ungkap Anggota DPR asal Bali ini.
 
Oleh karena itu, Putu sebagai anggota parlemen harus berada di garis depan untuk terus mengarusutamakan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sambil terus memastikan tidak adanya trade-off antara kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan.
 
Maka dari itu, Putu menyebut dukungan dan kerjasama antar negara di kawasan Asia-Pasifik tentu sangat krusial. Sehingga, diperlukan kerja sama untuk memperkuat di berbagai bidang terutama keuangan, investasi, alih teknologi dan peningkatan kapasitas untuk mempercepat transisi menuju ekonomi hijau.
 
"Kita semua sadar tidak ada negara yang dapat mengupayakan keanekaragaman hayati dan transisi ekonomi hijau dengan kekuatan sendiri, tanpa bantuan negara lain. Kami menyadari pentingnya pendanaan yang memadai. Oleh karena itu, berbagai skema pembiayaan seperti Green Sukuk yaitu obligasi syariah yang berkontribusi pada proyek-proyek pelestarian lingkungan telah dijalankan," ucapnya.
 
Disamping itu, Putu mengatakan Indonesia baru saja mengeluarkan dokumen Enhanced NDC (ENDC). Dalam dokumen tersebut, Indonesia telah meningkatkan pengurangan emisi karbon dari 29 persen menjadi 31,89 persen dengan kapasitas sendiri dan dari 41 persen menjadi 43,20 persen dengan dukungan internasional.
 
"Target ini selanjutnya dapat mempercepat upaya menuju pencapaian net-zero emission pada 2060 atau lebih cepat," jelas Anggota DPR Fraksi Partai Demokrat ini, yang juga menjadi Chair pada Grup Sub-Regional Asia Tenggara pada pertemuan APPF ke 30 di Bangkok, Thailand.
 
Untuk itu, Putu membeberkan berbagai pengalaman beberapa progres Indonesia. Pertama, kata dia, Indonesia telah berusaha mempercepat penggunaan kendaraan listrik serta penambahan pembangunan stasiun pengisian baterei kendaraan listrik.
 
Lalu, Indonesia berkomitmen menerapkan Net-Sink Forestry and Other Land Uses (FOLU-Net sink) pada 2030, yaitu kondisi dimana tingkat penyerapan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan akan sama atau lebih tinggi dari tingkat emisi yang dikeluarkan.
 
Kemudian, Putu mengatakan Indonesia juga menargetkan untuk menyelesaikan uji coba B40 pada Desember 2022 – yaitu berupa campuran 40 persen biodiesel berbasis minyak sawit dan 60 persen solar – yang merupakan program upgrade dari B30 yang telah diterapkan di dalam negeri RI.
 
"Sebagai negara dengan salah satu kawasan mangrove terbesar di dunia, Indonesia telah memulai rehabilitasi hutan mangrove untuk memulihkan 600 ribu hektare lahan mangrove hingga 2024," pungkas Ketua Desk Kerjasama Regional BKSAP ini yang juga Wakil Ketua BKSAP DPR RI.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan