"Saya melihat ini kental politis. Kita semua tahu tidak ada masalah dengan kinerja Suprajarto di BRI," kata Pengamat Hukum dari Universitas Trisakti Irfan Akhyari, Minggu 1 Sepetember 2019.
Di sisi lain, lanjutnya, kinerja BTN pun sedang pada posisi bagus. Dia mempertanyakan keputusan Menteri BUMN saat injury time di akhir masa jabatannya. "Ini seperti Rini ingin menunjukan power-nya sebagai Menteri," kata Irfan.
Presiden Joko Widodo diketahui telah memberi instruksi kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno agar tidak ada perombakan direksi BUMN hingga Oktober 2019.
Hal itu disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Alasannya, karena masa pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla segera berakhir pada 20 Oktober 2019.
"Pak Luhut [Binsar Panjaitan] dan Pak Moeldoko kan sudah bicara. Ini kenapa Rini bisa beda dengan Presiden? Ini kan jadi pertanyaan," kata Irfan.
Dari kacamata hukum, Irfan menilai Menteri BUMN memang merupakan perwakilan pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas di BUMN. Berdasarkan UU BUMN, pergantian direksi maupun komisaris bisa dilakukan di rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB).
Namun, hal tersebut tak serta merta bisa memutuskan perombakan direksi tanpa sepengetahuan Presiden
Pasalnya, berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Anggota Direksi dan/atau Komisaris/ Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara, Presiden merupakan penilai akhir.
"BRI adalah salah satu dari 20 BUMN strategis. Presiden berkedudukan sebagai penilai akhir, jadi harus tahu, tidak bisa tidak tahu kalau ada perombakan. Kalau tidak, ini mendelegitimasi Presiden," kata Irfan.
Instruksi Presiden, lanjutnya, adalah kewibawaan Presiden. "Ini bisa menjadi pertimbangan Presiden, apakah akan menjadikan Rini lagi menjadi Menteri di periode kedua nanti," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News