Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman menjelaskan, salah satu bahan baku yang diimpor oleh industri mamin adalah garam. Kualitas garam industri lokal yang tak memenuhi standar membuat pengusaha mamin terpaksa mendatangkan garam dari luar.
"Salah satu yang paling krusial adalah kadar air dan kadar NaCl (Natrium Chloride)-nya. Kemudian kontaminan, baik itu logam berat maupun kontaminan lainnya. Bukannya kita tidak mau pakai garam lokal, tetapi kesiapan industri (garam) dalam negeri belum mampu memenuhi permintaan industri (mamin)," ujar Adhi, di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44, Jakarta Selatan, Jumat (25/9/2015).
Ia mencontohkan, kadar air dalam garam yang dibutuhkan industri mamin untuk bumbu-bumbuan maksimal sebesar 0,5 persen. Sayangnya, kandungan air dalam garam yang mampu diproduksi industri garam lokal mencapai 4-5 persen.
"Ini akan mengganggu proses produksi. Kadar NaCl yang kita butuhkan sebesar 98 persen sementara yang tersedia di dalam negeri baru 94-95 persen. Ini juga akan mengganggu. Belum lagi produksi di beberapa pantai. Garamnya ada yang kontaminannya tinggi," tukas dia.
Adhi menambahkan, pihaknya setuju dengan upaya pemerintah yang sedang membangun industri garam dalam negeri untuk memenuhi permintaan industri mamin. Namun menurut dia, pihaknya tak setuju jika pemerintah secara tiba-tiba menyetop impor dan menggunakan bahan baku lokal.
"Pembangunan industri garam (lokal) butuh waktu, kami ingin ada roadmap yang jelas. Ada kepastian usaha, ada kepastian usaha yang jelas. Tidak tiba-tiba disetop tanpa solusi. Kita tidak setuju kalau dipaksakan pakai garam lokal. Berat, mau dapat suplai dari mana. Itu yang akan mengganggu perekonomian secara keseluruhan," pungkas Adhi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News