Ilustrasi Gedung Jiwasraya. Foto: MI/Ramdani.
Ilustrasi Gedung Jiwasraya. Foto: MI/Ramdani.

Kasus Jiwasraya Jangan Terulang di BUMN Lain

Eko Nordiansyah • 02 Maret 2020 10:20
Jakarta: Bergulirnya kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menunjukan bahwa aset perusahaan BUMN bisa menjadi bancakan oleh beberapa oknum pengurus perusahaan BUMN untuk kepentingan pribadi, kelompok, bahkan politik. Sejumlah pihak pun mendorong agar kasus Jiwasraya diusut hingga tuntas ke akarnya.
 
Pengamat BUMN Toto Pranoto menilai, rekam jejak seluruh BUMN perlu diselidiki saat ini dengan tujuan agar kasus serupa tidak terulang lagi. Pengawasan ketat harus terus dilakukan baik di level industri, Kementerian BUMN dan auditor negara yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sehingga bisa berjalan optimal.
 
"Jangan sampai jadi preseden buruk imbas ke BUMN lain. Saya rasa kasus ini jangan cuma berhenti di lima orang pengurus Jiwasraya yang ditangkap, tapi usut hingga ke akar dan kecurigaan lainnya," kata Toto kepada wartawan di Jakarta, Senin, 2 Maret 2020.

Dirinya menambahkan, pemeriksaan saat ini masih kepada para tersangka manipulasi investasi dan pelaku perdagangan saham, belum sampai pada level siapa saja penerima dana manipulasi tersebut.
 
"Padahal sudah sejak awal Jiwasraya telah di-warning oleh lembaga pengawas dalam hal ini pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK), namun kenapa pemilik membiarkan sehingga bisa terjadi penggelapan seperti sekarang," ujarnya.
 
Bahkan Toto juga menyoroti perusahaan pelat merah lainnya yang mulai menunjukkan gelagat serupa. Hal itu bisa dilihat dari implementasi perusahaan soal Good Corporate Governance (GCG) yang tidak berjalan baik di internal BUMN.
 
"Alert system di lembaga pengawasan seperti OJK lebih ditingkatkan sehingga bisa langsung mendeteksi BUMN yang bermasalah. Terakhir, proses law enforcement di BUMN ditegakkan tanpa pandang bulu," pesan Toto.
 
Direktur Riset Center of Reforms on Economics (Core) Piter Abdullah menjelaskan, akar masalah kasus Jiwasraya ini memang akibat ketidaktepatan pemegang saham dan manajemen lama dalam menentukan momentum sekaligus langkah penyelamatan. Apalagi masalah Jiwasraya sudah berlangsung sejak lama.
 
Piter melihat, keputusan pemerintah terdahulu yang terkesan lambat menutup defisit solvabilitas senilai Rp3,29 triliun pada 2006 menyebabkan kondisi defisit keuangan Jiwasraya terus merosot. Kondisi tersebut diperparah dengan kesalahan investasi dari produk JS Saving Plan yang menyebabkan gagal bayar menjadi semakin besar.
 
"Pemerintah dan otoritas terkait harus berani menyelesaikan masalah likuiditas Jiwasraya terlebih dahulu karena ada ribuan nasabah yang telah dirugikan. Perlu dukungan kepada pemerintah dan manajemen baru untuk menyehatkan kembali perusahaan. Tentu manajemen baru ini harus jelas track record-nya," ungkap Piter.
 
Sejak 2018, OJK telah menjalankan program transformasi di Industri Keuangan Non Bank (IKNB) yang mencakup antara lain perbaikan penerapan manajemen risiko, meningkatkan governance, serta menambah pelaporan kinerja investasi kepada otoritas dan publik.
 
Kebijakan pengaturan dan pengawasan itu dijalankan sesuai fungsi, tugas, dan wewenang di undang-undang OJK untuk mengatur dan mengawasi kegiatan di sektor jasa keuangan secara terpadu, independen dan akuntabel. Tindakan dan pemberian sanksi pada IKNB antara lain pemberian sanksi denda kepada 164 kegiatan usaha, pembatasan 37 kegiatan usaha, dan pencabutan 31 izin usaha.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan