Petani rumput laut. (Ilustrasi FOTO: Medcom.id/Suci Sedya Utami)
Petani rumput laut. (Ilustrasi FOTO: Medcom.id/Suci Sedya Utami)

Kemenperin Dorong Hilirisasi Rumput Laut

Nia Deviyana • 06 Agustus 2019 14:09
Jakarta: Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksikan pengembangan hilirisasi rumput laut menjadi produk yang bernilai tambah. Rumput laut dianggap komoditas strategis karena ketersediaannya masih cukup besar dan mampu menggerakkan sektor ekonomi di wilayah pesisir.
 
"Rumput laut dapat digunakan dalam industri farmasi, serta industri makanan sebagai stabilator, bahan pengental, pembentuk gel, pengemulsi, dan lainnya," kata Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih melalui keterangan resminya, Selasa, 6 Juli 2019.
 
Menurut Gati, dalam industri rumput laut, tingkatan yang paling hilir adalah teknologi formulasi. Produk yang dihasilkan biasanya digunakan oleh industri pangan dan non-pangan. Dalam industri pangan, produk formulasi rumput laut digunakan untuk makanan campuran kemasan kaleng, roti, bakso, nugget, sirup, susu kental, es krim, yogurt, jus, jeli, dan lainnya.

Pada industri nonpangan, rumput laut dapat digunakan untuk industri cat, tekstil, pasta gigi, kosmetik seperti lotion, masker, krim wajah, lulur, sabun, sampo. Sedangkan dalam industri farmasi dapat diolah untuk cangkang obat kapsul dan salep.
 
"Limbah dari hasil pengolahan rumput laut dalam bentuk padatan dan cairan dapat digunakan untuk bahan pupuk atau zat penumbuh tanaman serta khusus limbah padatan sebagai pakan ternak," ujarnya.
 
Gati menuturkan potensi budidaya rumput laut di Indonesia tersebar di 23 provinsi yang didukung 10 besar sentra budidaya rumput laut, yakni Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Tenggara, Maluku, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Kalimantan Utara, dan Bali.
 
"Melihat potensi tersebut, Kemenperin giat melaksanakan program pengembangan industri rumput laut di beberapa daerah potensi rumput laut sejak 2011 hingga 2019," tuturnya.
 
Misalnya di NTB, potensi areal budidaya rumput laut seluas 22.270 hektare (ha) dengan jumlah produksi 972.148 ton per tahun.
 
Gati mengungkapkan beberapa program pengembangan komoditas rumput laut yang dilakukan Kemenperin, antara lain pengembangan sentra Industri Kecil Menengah (IKM) pengolahan rumput laut melalui kegiatan pelatihan, pendampingan oleh tenaga ahli, dan fasilitasi bantuan mesin pengolahan rumput laut.
 
Kemenperin juga terus berkomitmen membangun pengolahan rumput laut melalui peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM), memfasilitasi bimbingan teknis atau pelatihan, bantuan mesin peralatan pengolah rumput laut dan sertifikasi mutu produk.
 
"Kemudian didorong juga penumbuhan Wirausaha Baru IKM berbasis rumput laut, serta, menggiatkan peningkatan promosi dan pameran produk rumput laut," ungkap Gati.
 
Pada kesempatan berbeda, Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Argo Kemenperin, Abdul Rochim menyampaikan, salah satu program pengembangan peningkatan daya saing komoditas rumput, pemerintah telah melakukan kerja sama dengan kalangan akademisi di Tanah Air. Contohnya Universitas Airlangga (Unair) Surabaya yang telah memelopori pengembangan cangkang obat kapsul berbahan baku rumput laut di Indonesia dengan kapasitas 3,6 juta cangkang kapsul per hari.
 
"Industri cangkang kapsul berbahan baku rumput laut sebagai pengganti gelatin sangat potensial di Tanah Air, karena rumput laut sebagai bahan baku utama sangat melimpah di sepanjang pesisir Indonesia," ungkapnya.
 
Rochim menyebut, kebutuhan cangkang kapsul nasional sebanyak enam miliar butir per tahun. Saat ini, produksi domestik cangkang kapsul berbahan baku gelatin mencapai lima miliar butir per tahun.
 
Selama ini, untuk memenuhi kebutuhan cangkang kapsul dipasok dari Thailand, Bangladesh, India, dan Tiongkok yang dibuat dari gelatin. Bahan baku gelatin sendiri merupakan produksi dari kulit, jaringan, tulang sapi, dan kerbau.
 
"Kebutuhan cangkang kapsul di dalam negeri saat ini perlu dioptimalkan oleh industri, sehingga cangkang kapsul berbahan rumput laut memiliki potensi yang sangat luar biasa," tegasnya.
 
Rochim menambahkan, karena potensi rumput laut yang sangat besar, Kemenperin terus mendorong peningkatan produksi di Tanah Air. Selain untuk kebutuhan dalam negeri, rumput laut juga sudah diekspor ke beberapa negara seperti China, Amerika Serikat, dan Korea Selatan.
 
"Produksi rumput laut di Indonesia adalah yang terbesar di dunia, bahkan kontribusi Indonesia sebagai penghasil rumput laut telah diakui dunia internasional," tandasnya.
 
Berdasarkan data Kemenperin, ekspor rumput laut Indonesia pada 2014 sampai 2018 memiliki tren positif yang naik hingga 0,81 persen. Pada periode Januari-April 2019, ekspor rumput laut sebesar USD92,92 juta atau naik 3,98 persen dibanding capaian di periode yang sama tahun lalu USD89,37 juta.
 
Ekspor rumput laut Indonesia tertinggi didominasi oleh ekspor rumput laut mentah Euchema spp dalam bentuk kering atau fresh yang dapat dikonsumsi manusia dengan total ekspor pada 2018 mencapai USD140,41 juta. Indonesia sendiri merupakan penghasil rumput laut kering terbesar di dunia dengan produksi 328 ribu ton atau 61,18 persen total produksi dunia di 2017. Rumput laut juga diekspor dalam bentuk agar dan karagenan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan