Menanggapi hal itu, Pengamat Ekonomi Universitas Padjadjaran (Unpad), Ini Primiana, mengatakan, pemerintah tak memiliki koordinasi yang baik, sehingga pembangunan pelabuhan Cilamaya semakin tersendat. Bahkan, ia menyebut, tertundanya pembangunan itu karena pemerintah tak peduli terhadap industri.
"Contoh Cilamaya kenapa muncul, karena Jepang merasa pemerintah kita tidak memikirkan industri Jabodetabek, kalau harus dari (Tanjung) Priok kan mahal," ujar Ina, usai diskusi Perkembangan Infrastruktur Indonesia dan Negara Berkembang, di Menara Kadin, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/3/2015).
Dia menambahkan, hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah tidak koordinasi dan sinkronisasi terhadap pembangunan infrastruktur penekan biaya logistik itu. Antarkementerian dinilai hanya menjalankan tugasnya masing-masing dan mengedepankan ego sektoral.
"Ini terlihat bahwa tak ada koordinasi. 2011, Kementerian Perhubungan sudah punya masterplan. Pertamina baru tahu (pembangunan pelabuhan) Cilammaya pada 2014 dan Pelindo juga," papar Ina.
Banyak kalangan menilai, jika Pelabuhan Cilamaya sendiri terealisasi dibangun, maka nantinya bakal mengurangi biaya logistik dan distribusi. Apalagi Pelabuhan Tanjung Priok saat ini telah over kapasitas, sehingga butuh bantuan pelabuhan lain untuk mengimbangi permintaan daya tampung peti kemas. Pelabuhan Cilamaya dinilai akan mampu mendukung permintaan peti kemas Pelabuhan Tanjung Priok, dengan kapasitas daya tampung total peti kemas sebanyak 20 juta twenty feet equivalent units (TEUs).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News