Namun demikian, Otoritas Penerbangan Sipil Eropa hanya mempertimbangkan sisi keselamatan dalam dunia penerbangan di langit Benua Biru tersebut. Ini diakui Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Guerend. Kata dia, soal manajemen pelayanan merupakan tanggung jawab maskapai penerbangan itu sendiri sehingga tidak masuk dalam penilaian yang dilakukan ASC.
"Kami lebih mempedulikan soal aspek keamanan saja. Uni Eropa tidak melihat masalah kepuasan konsumen. Kami hanya memeriksa standar teknis penerbangan, apakah penumpang bisa menggunakan pesawat secara aman, itu saja," ujar Vincent dalam konferensi pers di kantor Delegasi Uni Eropa, Menara Intiland, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Jumat (17/6/2016).
Hal senada dibeberkan Kepala Bagian Humas Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub Agoes Subagyo. Soal pelayanan yang dinilai kurang memuaskan terhadap Lion Air tidak menjadi indikator bagi ASC menetapkan maskapai singa merah tersebut keluar dari daftar hitam larangan penerbangan di Eropa.
"Berkaitan dengan beberapa permasalahan yang terjadi beberapa bulan lalu itu tidak berkaitan langsung dengan aspek safety (keselamatan). Jadi yang sifatnya pelayanan atau service itu tidak menjadi concern pada otoritas penerbangan sipil Uni Eropa," papar dia.
Namun demikian, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memiliki tugas mendorong maskapai penerbangan nasional untuk meningkatkan pelayanan, selain keselamatan dan keamanan. Ini dilakukan pemerintah agar maskapai penerbangan lokal memuaskan konsumen secara keseluruhan.
"Masalah services (pelayanan) itu menjadi tugas kita terhadap maskapai. Kita terus melakukan pembinaan sebagaimana moto Direktorat Jenderal Perhubungan Udara untuk memberikan safety, security, dan services yang jadi kewajiban kita untuk kepentingan konsumen," tegas Agoes.
Dicoretnya Lion Air dari daftar hitam larangan terbang di Eropa menjadi tanda tanya besar. Bagaimana tidak, sebab maskapai berlogo singa merah tersebut seringkali mendapat kritikan dari penumpang terkait layanan yang diberikan.
Salah satu contohnya terjadi pada penerbangan Wings Air selaku anak usaha grup Lion Air Group. Wings Air diduga diduga tidak mengangkut barang bawaan penumpang hinga ke tempat tujuan. Padahal berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut yang kemudian diubah menjadi Permenhub Nomor 189 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Minimum, bagasi penumpang harus dibawa bersamaan dengan penumpang.
Kasus tersebut muncul melalui petisi daring yang ditulis salah satu penumpang Wings Air Rote Ndao tujuan Kupang dengan nomor penerbangan IW 1936 pada 8 Juni 2016 bernama Taufiq. Dia keberatan dengan kebijakan maskapai yang tidak membawa serta barang bawaan penumpang dengan alasan mengurangi beban pesawat tipe ATR 72-500.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News