"Masih terjadinya hujan pada saat musim kemarau ini mengurangi produksi garam, dan saya lihat di pesisir Rembang dan Pati beberapa hari lalu masih hujan sehingga tidak ada aktivitas para petambak garam," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah Lalu Muhammad Syafriadi dikutip dari Antara, Minggu (21/8/2016).
Ia memprediksi produksi garam Jateng tahun ini turun hingga mencapai 50 persen karena musim kemarau basah akibat fenomena La Nina. Produksi garam pada 2015, kata dia, mencapai 841.543 ton dari luasan lahan sekitar 6.608 hektare yang tersebar di Kabupaten Rembang, Pati, Brebes, Jepara, dan Demak.
Rata-rata produktivitas tambak garam di Jateng 2015 mencapai 127,3 ton per ha dengan jumlah petambak garam kurang lebih mencapai 16.000 orang. Kemudian, Ia menyebutkan pada musim normal, produksi garam lokal di Jateng mampu memasok sekitar 30 persen dari kebutuhan nasional, namun banyak yang tidak sesuai dengan kualifikasi garam industri.
"Kendati demikian, ada juga yang sudah memenuhi skala industri dan kami sudah mengujinya, ada garam yang kandungan natrium kloridanya sudah mencapai 90 persen," ujarnya.
Lalu mengakui jika peningkatan produksi agak sulit sehingga jika harga turun pemerintah harus membeli garamnya biar tidak merugikan petambak garam.
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam hasil Revisi Permendag Nomor 58 Tahun 2012 yang dihapus antara lain, Harga Pokok Pembelian (HPP) garam.
Sebelumnya disebutkan bahwa harga garam kualitas 1 Rp750.000 per ton dan garam kualitas 2 Rp550.000 per ton, namun ketentuan itu kini tidak lagi tercantum sehingga hasil garam produksi petani bisa dihargai rendah, namun dalam Permendag tidak lagi dicantumkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News