Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim (Foto: Medcom.id/Ilham Wibowo)
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim (Foto: Medcom.id/Ilham Wibowo)

Krakatau Steel Percepat Operasional Klaster Baja 10 Ton

Ilham wibowo • 21 Maret 2019 13:29
Jakarta: PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (PTKS) menegaskan pengembangan klaster baja 10 juta ton di Cilegon terus bergulir dan pengoperasiannya ditargetkan bisa berjalan pada 2023. Salah satu indikator keyakinan operasional tersebut akan lebih cepat lantaran didukung oleh pemerintah.
 
Pernyataan itu disampaikan Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim usai menghadiri acara The 4 th Government Task Force Team Meeting for National Steel Industry Development, di Hotel Borobudur Jakarta, Kamis, 21 Maret 2019. Acara dihadiri Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong serta perwakilan kementerian terkait.
 
"Kami sangat berterima kasih atas dukungan dan atensi Pemerintah selama ini terhadap upaya peningkatan kapasitas produksi melalui klaster baja 10 juta ton yang akan dilakukan secara bertahap dan ditargetkan akan tercapai pada 2025," kata Silmy.

Ia meyakini target yang dicanangkan akan lebih cepat dengan adanya dukungan penuh dari pemerintah. Bahkan kemitraan yang dilakukan oleh PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (PTKS) dengan POSCO Korea bakal terus dilanjutkan.
 
Sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), lanjut Silmy, proyek pembangunan ini perlu dipercepat agar dapat mendorong pembentukan industri baja yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.
 
"Kami bisa lebih cepat dari target yang dicanangkan rampung pada 2025. Saya yakin kalau regulasi baik dan pasar sehat, di 2023 itu juga target sudah bisa terkejar karena akan ada percepatan," ungkapnya.
 
Industri baja nasional dinilai perlu optimistis melakukan investasi dalam meningkatkan kapasitas produksinya untuk memenuhi kebutuhan baja domestik. Tujuan ini dinilai penting dalam melakukan substitusi produk impor dan upaya untuk memperkuat daya saing industri baja nasional.
 
"Kita tentu negara yang akan jadi negara maju, itu mau tidak mau harus bisa efisien di industri. Caranya adalah dengan membuka kawasan industri yang baik, terintegrasi, dan bisa diakses mudah dengan infrastruktur yang baik," tuturnya.
 
Silmy mengungkapkan saat ini masih terdapat isu utama yang perlu menjadi perhatian pemerintah. Hal ini dinilai perlu segera dibenahi dalam mendukung terwujudnya klaster baja 10 juta ton.
 
Pemerintah dinilai perlu melakukan percepatan penetapan perpanjangan pengenaan bea masuk anti dumping untuk produk hot rolled coil, cold rolled coil dan hot rolled plate. Kemudian perlu juga penghentian pemberian izin investasi baru untuk pabrik baja lembaran canai panas (hot strip mill) dan baja lembaran canai dingin (cold rolling mill).
 
Selain itu diperlukan pula efektivitas dan pengawasan terhadap Implementasi Permendag No.110/2018. Peninjauan ulang atas tarif free trade agreement, dan  pengenaan bea masuk anti dumping di free trade zone area seperti Batam juga perlu menjadi perhatian.
 
"Sekarang ada Permendag 110/2018, sudah bagus nih cross border untuk memeriksa barang impor. Kita harus tegas dalam hal pengawasan jangan sampai kecolongan dan ini penting untuk kita sama-sama awasi," pungkas Silmy. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan