Deputi Sistem Logistik dan Fasilitas Perdagangan Kemenko Perekonomian Erwin Raza menjelaskan pemerintah akan mengembangkan sistem hub dan spoke untuk kelancaran arus barang, di mana Pelabuhan Tanjung Priok berkedudukan sebagai hub dan pelabuhan darat seperti contohnya Cikarang Dry Port sebagai spoke untuk proses clearance barang ekspor dan impor.
"Saat ini kita biaya logistik kita paling tinggi yakni sekitar 24 persen dari PDB. Paling tidak kita samakan dengan negara sesama ASEAN yakni Thailand yang hanya 18 persen," kata Erwin, di Cikarang, Jawa Barat, seperti diberitakan Rabu (12/8/2015).
Jika dikatikan dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 yang tinggal menghitung bulan, Erwin menilai, salah satu langkah yang paling maju yakni dengan adanya dry port, karena nantinya barang-barang tidak harus menumpuk di pelabuhan Tanjung Priok. Barang-barang tersebut nantinya bakal dioper ke dry port yang lebih dekat dengan daerah-daerah industri sehingga lebih mudah untuk men-drive ke posko-posko industri.
Asal tahu saja, proses bongkar muat di dry port Cikarang saat ini hanya memakan waktu 2,38 hari, sangat jauh dibanding di Tanjung Priok yang masih 5,5 hari karena banyaknya barang yang menumpuk.
"Bagaimana kita bisa gunakan dry port Cikarang sebagai salah satu gudang berikat. Misal industri tekstil membutuhkan kapas, sebelum impor singgah di Malaysia, mereka taruh kapas di sana. Oleh karena itu, dengan adanya dry port kapas bisa ditaruh di sini, bisa turunkan cost logistik, dan kelancaran industri sehingga bisa langsung diambil di DPC," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News