Susi mengatakan, sepuluh tahun lalu terjadi penurunan yang sangat besar pada jumlah rumah tangga nelayan yang disebabkan ketiadaan bahan material. Dia mencontohkan, pada 2003 rumah tangga nelayan saat itu berjumlah 1,6 juta, namun tiap tahun terus mengalami penurunan. Pada 2013 tercatat jumlah rumah tangga nelayan merosot 50 persen menjadi 868 ribu rumah tangga.
"Penurunan jumlah rumah tangga nelayan dari 2003-2013 (10 tahun). Ini karena ketiadaan bahan material," kata Susi saat pemaparan dua tahun kinerja pemerintahan Jokowi-JK, di Gedung Bina Graha, Kantor Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat (21/10/2016).
Susi menambahkan, pada waktu bersamaan, tercatat 15 eksportir seafood mengalami tutup warung. Belum lagi terjadi penurunan jumlah nelayan dan perusahaan. Apabila ditotal pada periode tersebut, maka sektor perikanan mengalami kerugian sebesar Rp6 miliar sampai Rp7 miliar.
"Jadi dari sisi bisnis perikanan saat itu kehilangan Rp6 miliar hingga Rp7 miliar," sebut dia.
Namun, sejak era Jokowi-JK, keterpurukan sektor kelautan dan perikanan perlahan membaik. Susi menjelaskan, sejak dipimpinnya pada 2014, nilai tukar nelayan mengalami peningkatan karena pemerintah sangat gencar melakukan program pemberantasan illegal fishing.
"Pada 2014, nilai tukar nelayan itu di posisi 102. Terakhir 2016, ada pada posisi 108 sampai 110. Satu kenaikan yang luar biasa. Beberapa tempat bahkan mencapai 111. Di mana dulu banyak illegal fishing itu nilai tukar nelayan sekarang meningkat," jelas dia.
Susi menambahkan, untuk Product Domestic Bruto (PDB) juga mengalami peningkatan signifikan. Dari 2014 sebesar 7,35 menjadi 8,37 pada 2015 sebesar 8,37. "Kita harapkan akhir tahun ini bisa mencapai 9 lebih dan kita lihat dibandingkan PDB sektor lainnya sangat jauh kelihatan sekali signifikan," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News