"Jangan dihubungkan dengan minol, itu sangat kecil sekali," kata Darmin di kantornya, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin 3 Juli 2017.
Darmin menilai tutupnya bisnis waralaba tersebut lebih disebabkan karena persaingan bisnis model. Darmin menganggap 7-Eleven tak mampu bersaing dengan bisnis waralaba lainnya terutama yang bergerak di bidang ritel.
baca : Menko Darmin: Bisnis Model 7-Eleven tak Cocok di Indonesia
"Grup Sevel itu bisnis modelnya kalau kalian perhatikan lain, dia sebenarnya izinnya saja kelihatannya restoran dan selalu di pemukiman, karena restoran boleh di pemukiman. Itu bukan ritel," ujar dia.
Darmin mengatakan bisnis model yang diterapkan 7-Eleven terlalu mengandalkan atau mencari profit yang lebih tinggi dibanding bisnis minimarket pada umumnya. 7-Eleven membebankan keuntungan dari perusahaan yang memasok barang pada gerainya.
Mantan Gubernur Bank Indonesia ini mengatakan, bisnis model yang diterapkan 7-Eleven tidak cocok diadopsi di Indonesia. Hal ini bisa dibandingkan dengan bisnis perusahaan tersebut di Amerika Serikat yang bisa dibilang berjaya. Sebab di Negeri Paman Sam itu tidak menggunakan izin restoran sehingga cocok untuk mengandalkan profit.
"Ini urusan bisnis model. Sehingga bukan itu bisnis model yang pas karena akhirnya pesaingnya mengungguli dia," tutur Darmin.
Sementara itu, sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariadi Sukamdani menilai penutupan gerai 7-Eleven (Sevel) sebagai dampak larangan penjualan minuman beralkohol (minol) oleh pemerintah.
Hariadi menuturkan, hal ini membuat Sevel kehilangan daya saing dalam industri, di mana salah satunya karena dampak larangan tersebut.
"Pada tahap awal, itu cukup berhasil karena dia juga menjual minuman beralkohol, memang ada pengaruh, waktu regulasi saat 2015 ada pengaruh," tutur Hariadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id