Ketua Asosiasi Peternak Petelur Indonesia Feri mengaku pihaknya harus menerima risiko ketika AGP yang ditujukan untuk membersihkan pencenaan unggas agar lebih baik harus dilarang sejak 12 Mei 2017 dan pengawasan efektif dilakukan pada 1 Januari 2018.
"Konsekuensinya memang produksi kita menurun sekitar lima persen," ujar Feri, di Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta Pusat, Senin, 16 Juli 2018.
Selain produksi menurun, lanjutnya, juga berdampak terhadap kesehatan unggas yang menyebabkan rentan terhadap penyakit. Ujungnya berimbas terhadap kuantitas telur yang dihasilkan. Karenanya tidak heran jika harga telur akhir-akhir ini melambung tinggi.
"Konsekuensinya berdampak pada kesehatan ayam karena lebih rentan sakit. Kita ingin produksi telur yang sehat dan bernutrisi untuk bangsa," tukasnya.
Lebih lanjut, kata Fery, meski memiliki dampak yang lebih besar terkait pelarangan AGP namun pihaknya mendukung penuh langkah pemerintah lantaran demi kesehatan manusia. "AGP diduga punya residu dan bahaya bagi manusia. Pemerintah larang itu dan langkah yang baik," imbuhnya.
Saat ini, pihak Kemendag dan Kementerian pertanian tengah melakukan kajian seberapa besar penurunan produktivitas ayam petelur jika tidak menggunakan AGP. "Setelah selesai akan kita minta datanya Kementan untuk bisa mengambil langkah-langkah berikutnya terkait suplai telur," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News