"Untuk industri saya kira tidak (mengalami penyusutan jumlah)," ujar Sekretaris Jenderal Kemenperin Ansari Bukhari di Jakarta, Rabu malam (3/12/2014).
Pasalnya, Ansari mengungkapkan, sekitar 99 persen tarif perdagangan barang di ASEAN sudah nol persen. Adapun dari sekitar 10 ribu produk yang diperdagangkan di bawah Kemenperin, sekitar 90-99 persen tarifnya sudah nol persen. Sementara jumlah industri sedang dan besar sendiri terus mengalami penambahan sekitar 1.000 industri per tahun dalam lima tahun terakhir. Saat ini jumlah totalnya sekitar 23 ribu industri.
"Orang khawatir saja, dikiranya akan terjadi perubahan yang luar biasa. Perubahan sudah terjadi lima tahun yang lalu diperdagangan barang karena tarif sudah nol di ASEAN. Artinya tidak ada dampak yang luar biasa dari MEA. Yang akan berdampak ialah pada jasa," katanya.
Direktur Jenderal Kerja Sama Industri Internasional Kemenperin Agus Tjahajana mengungkapkan, secara umum produk hasil industri sudah berdaya saing di ASEAN. Dia merinci, untuk produk segar bisa menang terhadap enam negara, makanan yang telah diproses menang terhadap lima negara, produk makanan menang terhadap tujuh negara dan tekstil menang terhadap lima negara.
Selain itu, produk kimia menang terhadap enam negara, manufaktur dasar menang terhadap lima negara, prosuk transportasi publik menang terhadap lima negara, dan permesinan non elektronik menang terhadap enam negara. Sementara untuk produk IT dan consumer elektronik hanya menang dengan dua negara dan komponen elektronik menang terhadap empat negara. Sementara untuk produk mineral unggul hampir dengan semua negara.
"Kalau saya lihat tentu agro mempunyai daya saing yang kuat. Kemudian basic manufacture so so, IUBTT permesinan kita banyak kalah, di otomotif saingan kita hanya Thailand kemudian di IT kita kalah banyak karena internet kita lemot. Banyak hal yang mesti kita benahi, tapi Insya Allah kita sudah tahu dan tentunya tinggal membuka sektor terkait untuk sama-sama dikerjakan," tuturnya.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Saleh Husin mengungkapkan, dalam rangka peningkatan daya saing industri dan ekonomi, perlu dilakukan akselerasi pengembangan industri, baik dari sisi perencanaan program maupun target yang dicanangkan.
Oleh karenanya, Kemenperin telah melaksanakan tiga program utama. Pertama, hilirisasi industri berbasis agro, berbasis bahan tambang mineral, dan berbasis migas. Kedua, meningkatkan daya saing industri berbasis pada sumber daya manusia, pasar domestik dan ekspor. Ketiga, pengembangan industri kecil dan menengah.
"Selain program percepatan, Kemenperin juga terus mensosialisasikan gerakan optimalisasi penggunaan produk dalam negeri di semua sektor, baik barang maupun jasa," katanya.
Sekedar informasi, beberapa tahun terakhir Indonesia mengalami pertumbuhan yang positif dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia. Pada kuartal III/2014, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,01 persen dan industri non-migas tumbuh sekitar 4,99 persen.
"Hasil itu perlu kita apresiasi mengingat di tengah tekanan ekonomi global, Indonesia masih mampu tumbuh positif dan diharapkan mampu terus memainkan peranannya dalam global supply chain," ujar Saleh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News