Dia menilai kebijakan tersebut terlalu pro terhadap pemilik modal besar, sedangkan efek yang ditimbulkan pada pedagang kecil di berbagai daerah kurang diperhitungkan.
"Pendirian minimarket di Indonesia didominasi sistem waralaba. Sayangnya, perkembangan bisnis waralaba yang banyak dikuasai oleh pemodal besar justru menghasilkan persaingan yang kurang sehat bagi pedagang kecil," jelasnya sebagaimana dikutip dari Antara di Jakarta, Selasa (22/9/2015).
Dia mengatakan hal ini bertolak belakang dengan paket kebijakan ekonomi yang seharusnya dibuat untuk memperkuat perekonomian masyarakat. Dia menilai kebijakan ini hanya menguntungkan pemodal semata tanpa memperhitungkan dampak terhadap masyarakat.
Sebagaimana diketahui, guna mengantisipasi pelambatan ekonomi yang semakin parah, Pemerintah melakukan serangkaian pencegahan dengan Paket Kebijakan Ekonomi. Namun, salah satu isi paket kebijakan yang menghebohkan adalah rencana pemberian kelonggaran izin untuk mendirikan minimarket di daerah-daerah.
Ia juga mengingatkan bahwa persaingan antara pasar modern dan pasar tradisional memang semakin marak terjadi. Berdasarkan hasil survei AC Neilsen, pada 2013 jumlah pasar rakyat di Indonesia terus mengalami penurunan. Pada 2007 jumlahnya sekitar 13.550, menurun di 2009 menjadi 13.450, hingga di 2011 tinggal 9.950.
Dia meminta pemerintah untuk mengkaji ulang rencana pelonggaran izin mendirikan minimarket karena pada saat ekonomi sedang turun, yang rentan terkena dampak terbesar adalah kalangan masyarakat bawah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News