"Ada pendekatan life touch, dari pemerintah itu jangan terlalu keras harusnya ke inovator-inovator muda. Satu lagi safe harbor jadi mereka merasa aman berinovasi, kita harus lihat lagi peraturan-peraturan seperti yang terjadi itu," kata Triawan ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng Timur, Jakarta Pusat, Kamis (14/1/2016) malam.
Dirinya menambahkan, memang terdapat risiko terhadap konsumen yang membeli tv bekas dari Kisrun. Pasalnya dengan tidak adanya standarisasi maka keselamatan konsumen untuk produk tersebut bisa membahayakan. Namun tetap penerapan aturan tidak boleh menghambat inovasi.
"Jadi diberi ruang untuk para inovator, tapi ada risiko kalau terlalu bebas juga. Tetap harus ada yang kontrol, kalau meledak siapa yang mau tanggung jawab. Tapi juga harus ada pengontrolan, mereka diajak bicara cara mereka berinovasi itu gimana harus ada safety-nya kayak gitu. Pemuda Indonesia itu harus dibiarkan punya inovasi jangan teralu keras seperti. Itu diatur, ringan jadi jangan keras regulasi," jelas dia.
Sebelumnya, Kusrin yang merupakan warga asal Boyolali, Jawa Tengah, hanya mengantongi ijazah SD. Dirinya mendapat ilmu merakit televisi secara otodidak dengan belajar mereparasi barang elektronik dari seorang teman.
Sayangnya sepuluh bulan lalu, polisi menggeledah tempat usahanya dan menyita ratusan televisi rakitan. Ratusan televisi sitaan itu kemudian dimusnahkan Kejaksaan Negeri Karanganyar pada Senin 11 Januari 2016. Petugas membakar hasil jerih payah Kusrin.
Kusrin dianggap menyalahi pasal 120 (1) jo pasal 53 (1) huruf b UU RI no 3/2014 tentang Perindustrian serta Permendagri No 17/M-IND/PER/2012 , Perubahan Permendagri No 84/M-IND/PER/8/2010 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Terhadap Tiga Industri Elektronika Secara Wajib.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News