Ilustrasi tambang pasir. Foto: Istimewa
Ilustrasi tambang pasir. Foto: Istimewa

Pasir Langka di Seluruh Indonesia

11 Oktober 2015 20:43
medcom.id, Jakarta: Gabungan Pengusaha Konstruksi Nasional (Gapeknas) mengeluhkan tentang kelangkaaan material konstruksi berupa pasir di seluruh Indonesia sehingga mereka mengkhawatirkan terhentinya aneka pembangunan proyek infrastruktur di Tanah Air.
 
"Seluruh pengguna jasa (pemerintah) maupun penyedia jasa (kontraktor maupun konsultan) yang melaksanakan pengadaan pekerjaan jasa konstruksi tahun anggaran 2015 ini, saat ini tengah kebingungan. Ini karena pasir mulai menghilang dan kalaupun ada harganya selangit," kata Ketua Umum Gapeknas, Manahara R. Siahaan ketika dikonfirmasi dari Antara, Jakarta, Minggu (11/10/2015).
 
Menurut Manahara, kebingungan ini, bermuara dari pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 sebagai pengganti Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, khususnya tentang berpindahnya aturan perizinan penambangan pasir kini dari kabupaten/kota ke provinsi.

Namun, katanya, karena kurangnya SDM di pemerintahan provinsi maka hal itu menyebabkan proses pengurusan perizinan menjadi rumit, lama dan berlarut larut. Akibatnya, izin yang baru maupun perpanjangan prosesnya menjadi lama dan ini juga berimbas banyak penambang yang terkena kasus pidana menjadi tersangka sebagai penambang pasir liar dan ditahan.
 
"Bahkan, kalau toh keluar izin penambangan tetap bisa terkena pidana karena ternyata kawasan itu sekarang sudah tidak diperuntukkan untuk penambangan pasir, tetapi sebagai daerah resapan air," ujarnya.
 
Dikatakan Manahara, padahal pengadaan pelaksanaan pada pekerjaan jasa konstruksi, seluruhnya membutuhkan dan menggunakan material pasir, baik pada proyek pembangunan gedung, proyek jalan, saluran irigasi maupun proyek infrastruktur lainnya.
 
Dijelaskannya, selama ini, sejak kemerdekaan Indonesia pada 1945, para kontraktor atau penyedia jasa pelaksana konstruksi dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur dari anggaran APBD Kabupaten/Kota, APBD Provinsi dan APBN, tidak pernah kesulitan untuk mendatangkan pasir.
 
Untuk itu, Pihaknya meminta agar kepolisian dan Satpol PP harus bijaksana di dalam menegakkan aturan terkait penambangan pasir.
 
"Jangan mengkriminalisasi para penambang serta jangan mencari uang dari kekacauan terkait penambangan ini. Apalagi dengan pelarangan penambangan menggunakan alat sedot dan alat backhoe/excavator harga pasir semakin menjadi-jadi. Biar mahal kalau pasir masih ada, maka proyek masih tetap bisa diselesaikan walau kontraktor harus menanggung rugi," katanya.
 
Mahanara menilai, terhadap persoalan ini, pemerintah pusat mengggap belum ada persoalan. Padahal, saat ini kondisinya sudah kritis seperti pengurusan perizinan penambangan tidak berjalan dengan baik, meski pemprov menyatakan telah siap melakukan proses perizinan tersebut.
 
Persoalan berikutnya, kata Manahara, seharusnya sebelum polisi dan Satpol PP menegakkan aturan tersebut, pemerintah melalui dinas terkait wajib melakukan sosialisasi, bimbingan dan pembinaan, bila perlu dibentuk tim pendampingan terkait pengurusan perizinan penambangan tersebut.
 
Selain itu, penggunaan izin lama versi kabupaten seharusnya diakomodir, sehingga masih bisa melakukan penambangan. Para penambang saat ini, tegasnya, juga menghadapi proses perizinan penambangan pasir yang terlalu rumit dan lama serta berbiaya tinggi.
 
Karenanya, kondisi kelangkaan material pasir saat ini, akan dapat memicu kebingungan pejabat pembuat komitmen (PPK), baik di tingkat pemerintah daerah maupun pusat.
 
Jauh berkurang Untuk itu, pihaknya memohon kepada Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) terkait perizinan penambangan pasir dengan menyederhanakan mekanisme perizinannya.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan