"Kondisi di lapangan, artinya areal persawahan antara satu daerah dengan daerah yang lain tidak sama. Jadi ini berpengaruh terhadap besaran premi yang harus dibayarkan," kata pengurus AAUI yang juga mantan Ketua AAUI Jawa Tengah Muhammad Rifai, seperti dikutip dari Antara, di Semarang, Selasa (29/3/2016).
Menurut dia, nantinya besaran premi tersebut akan tergantung dari seberapa besar risiko areal sawah di suatu daerah. "Sebagai contoh, ketika sawah tersebut berada di daerah rawan banjir artinya risikonya lebih besar dari yang tidak di daerah rawan banjir. Oleh karena itu, pembayaran premi akan lebih besar," katanya.
Meski demikian, pihaknya belum dapat memastikan berapa besaran premi yang harus dibayarkan oleh para peserta asuransi. Dari sisi pembayaran ganti rugi juga akan dikaji lagi oleh pihak perusahaan asuransi. Kondisi tersebut untuk meminimalisasi adanya kesalahpahaman antara pihak perusahaan asuransi dengan petani.
"Misalnya yang diketahui petani tidak bisa panen itu adalah gagal panen, sedangkan kalau menurut perusahaan asuransi tidak asal kejadian gagal panen kemudian bisa mengajukan pencairan asuransi," tuturnya.
Menurut dia, ada syarat-syarat yang harus diperhatikan dan harus sesuai dengan syarat yang sudah ditentukan oleh perusahaan asuransi sejak awal. "Misalnya adalah apakah di daerah tersebut semuanya mengalami gagal panen, atau gagal panen disebabkan oleh apa. Ini nantinya harus sama-sama dipahami oleh kedua belah pihak," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News