"Kami menyesalkan aksi mogok kerja karena semua hak normatif sesuai Perjanjian Kerja Bersama telah dipenuhi oleh Manajemen JICT," kata Riza dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Kamis 3 Agustus 2017.
Menurut dia, permasalahan hubungan industri yang terjadi antara manajemen dengan SP JICT seharusnya dapat diselesaikan melalui cara-cara yang dewasa. Yakni dengan duduk bersama dan mengedepankan kepentingan yang lebih besar dengan tetap mengacu pada ketentuan Undang-Undang yang berlaku.
Bukan sebaliknya, melakukan pemaksaan kehendaknya dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Dalam hal ini operasional pelayanan jasa dan arus barang di pelabuhan, kata Riza. Sehubungan dengan aksi SP JICT itu pula, lanjut Riza, manajemen PT JICT telah mengambil langkah-langkah antisipatif. Langkah contingensi plan itu antara lain memindahkan kapal ke pelabuhan lain di Pelabuhan Tanjung Priok.
"Kami telah mengantisipasi aksi mogok ini dengan berbagai langkah contingensi plan di antaranya dengan memindahkan kapal ke pelabuhan lain di Tanjung Priok sehingga pelayanan bongkar muat tidak terganggu," jelas Riza Erivan.
Saat ini, manajemen JICT tengah melakukan sterilisasi terminal untuk memastikan bahwa sistem operasional tetap bisa berjalan sebagaimana mestinya. Sterilisasi sekaligus untuk memastikan selama aksi berlangsung tidak terjadi sabotase oleh SP JICT seperti aksi sebelumnya.
Pihaknya juga menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan pelayanan jasa dan arus barang di Pelabuhan Tanjung Priok selama aksi industrial mogok kerja berlangsung. "Kami menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi," tutur Riza.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengimbau Serikat Pekerja PT JICT tidak bertindak aneh-aneh terkait dengan aksi mogok kerja, mulai Kamis hingga 10 Agustus 2017.
Luhut ditemui seusai penganugerahaan gelar Perekayasa Utama Kehormatan di Jakarta, Kamis, mengatakan jika serikat pekerja ingin menyampaikan komplain atas hal yang tidak sesuai seharusnya dapat dikomunikasikan dengan baik. Hal itu demi menjaga produktivitas perusahaan dalam melakukan pelayanan.
"Saya ingin imbau, jangan aneh-anehlah. Kalau ada hal-hal yang tak benar, ya, diberi tahu. Akan tetapi, jangan buat produktivitas enggak bagus," katanya.
Ia bahkan meminta aparat keamanan untuk melihat jika ada pelanggaran yang terjadi dalam aksi. "Kalau perlu diproses hukum, ya, kami proses hukum. Jangan demo-demo yang enggak jelas itu. Demo itu kalau memang ada hak dia yang enggak dilakukan (diberikan). Di luar, misalnya UMR atau lainnya, ini 'kan tidak," ujarnya.
Luhut pun mengaku bingung dengan aksi yang dilakukan SP JICT. Pasalnya, penghasilan pegawai JICT untuk bagian operator saja mencapai sekitar Rp36 juta per bulan. "Saya juga bingung. Gajinya nomor dua tertinggi di dunia, sebesar Rp36 juta atau berapa untuk operator di situ. Saya saja menteri gajinya cuma Rp19 juta. Aneh tuh. Katanya bonusnya kurang, saya enggak tahu. Ini akan dicek," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News