“Dari total 470 ribu ha sawit perkebunan rakyat, seluas 350 ribu ha telah berusia tua, sehingga produktivitasnya menjadi rendah yaitu kurang dari 10 ton per Tandan Buah Segar (TBS) pertahun dan tidak dapat menikmati hasil yang baik,” ujar Darmin di Desa Kota Tengah, Kecamatan Dolok Masihol, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara (Sumut), Senin 27 November 2017.
Darmin menerangkan, dari total luas perkebunan kelapa sawit seluas 11,9 juta ha, sekitar 41 persen atau 4,6 juta ha merupakan kebun kelapa sawit rakyat. Berdasarkan data perkebunan, kebun kelapa sawit rakyat yang dikelola oleh 2,3 juta kepala keluarga memiliki beberapa kekurangan.
Kekurangan dari umur tanaman yang sudah lebih dari 25 tahun, produktivitas yang rendah, penggunaan bibit yang buruk, lahan yang tidak jelas status hukumnya, serta Agriculture Practice yang tidak baik.
“Tugas besar untuk meremajakan kelapa sawit seluas 4,6 juta ha ini harus dilakukan secara bersama-sama. Apabila 4,6 juta ha dibagi dengan 25 tahun, maka setiap tahun kita harus meremajakan 185 ribu ha," papar Darmin.
Pemerintah optimistis total lahan seluas 9.109,29 ha yang diajukan untuk replanting mendapatkan dana bantuan peremajaan sawit rakyat tersebut tidak masuk kawasan hutan atau masuk lahan APL (Area Penggunaan Lain).
Namun, Darmin juga menyadari bahwa peremajaan kelapa sawit bukanlah suatu hal yang mudah meskipun dana untuk melakukan kegiatan peremajaan telah tersedia.
Menurutnya, semua pihak perlu bekerjasama secara terintegrasi untuk mempercepat proses pemenuhan ketentuan administratif, dengan melibatkan antara lain Pemerintah Daerah (pemda) Provinsi/Kabupaten/Kota, Kementerian Pertanian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit dan perbankan, serta pelaku usaha kelapa sawit baik swasta maupun BUMN.
Rencana yang terintegrasi tersebut membutuhkan data yang komprehensif dan valid melalui verifikasi Pemerintah Daerah dan Kementerian Pertanian. Adapun desain program PSR ini yaitu berupa BPDP Kelapa Sawit akan memberikan hibah sebesar 25 juta per ha yang disalurkan melalui perbankan yang ditunjuk.
Kekurangan dana di luar dana bantuan dari BPDP Kelapa Sawit tersebut dapat dipenuhi dengan pinjaman komersil dari bank dan atau tabungan pekebun, maupun fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bunga sebelumnya 9 persen menjadi 7 persen per tahun dengan grace period selama lima tahun untuk KUR Khusus Peremajaan Perkebunan. KUR khusus ini akan mulai berlaku per 1 Januari 2018.
“Kita juga jangan hanya memperhatikan ketersediaan bibit, tapi juga harus ada kepastian offtaker hasil panen oleh perusahaan,” pesan Menko Darmin.
Maka dari itu, Kelompok Tani/Koperasi/Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) melakukan kerjasama kemitraan dengan beberapa perusahaan kelapa sawit. Perusahaan kelapa sawit berfungsi sebagai mitra usaha (off-taker) dan melakukan pembinaan dalam melakukan pengelolaan kelapa sawit yang berkelanjutan. Perusahaan tersebut antara lain: (1) PTPN II, (2) PTPN III, (3) PTPN IV, (4) PT Siringo-ringo, (5) PT Asian Agri, (6) PT Nubika Jaya, (7) PT Socfindo, dan (8) PT Paya Pinang.
PSR juga diharapkan sudah mengikuti prinsip kriteria Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk mendapatkan sertifikasi ISPO sehingga sawit rakyat dapat diperdagangkan secara global dan menikmati hasil yang baik.
"Benih tersertifikasi, Peremajaan bersifat klaster dan dalam bentuk koperasi, Komitmen mitra usaha (off-taker), Kebun kelapa sawit rakyat berstatus Clean & Clear, dan sertifikasi ISPO untuk sawit rakyat. Keseluruhan komponen tersebut harus sangat diperhatikan. Sebab jika tidak, maka tujuan dari peremajaan untuk meningkatkan kesejahteraan petani pun menjadi tidak tercapai," sambungnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News