Sekretaris Presidium Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI) Aswin Pulungan mengungkapkan, daripada merugikan peternak, lebih baik jumlah ayam (live bird) yang ada di Indonesia dipaksa untuk diekspor. Sayangnya hal itu membutuhkan perlindungan dari pemerintah agar peternak mudah mengurangi populasi ayam melalui ekspor.
"Solusi jangka pendeknya yaitu dipaksa (live bird) untuk diekspor agar harga bisa bersaing dan menguntungkan peternak. Saat ini harga ayam (live bird) peternak rata-rata hanya Rp10 ribu-Rp12 ribu per ekor. Jauh di bawah HPP," tegas Aswin dalam Forum Diskusi Publik BBA (Bincang-Bincang Agribisnis) di Rumah Makan Bumbu Desa, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (7/3/2016).
Dia menambahkan, Ketua Peternak Rakyat Mandiri Kadma Wijaya meminta agar pemerintah memberi perlindungan dengan mengeluarkan regulasi pemisahan antara peternak rakyat mandiri dengan perusahaan integrator. Selain itu dia meminta agar pemerintah mengeluarkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk DOC dan pakan ternak ayam.
"Kita minta Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) yang mengatur harga referensi live bird agar tidak terjadi fluktuasi harga dan sebagai acuan dan pemisahan pasar antara peternak kecil dan besar sehingga diharapkan tidak terjadi lagi banting-bantingan harga live bird," tuturnya.
Kadma menjelaskan, impor GPS yang dilakukan pemerintah pada tahun lalu menyebabkan indukan ayam atau parent stock (PS) melonjak menjadi 32 juta ekor. Tingginya jumlah ayam PS menghasilkan DOC sekitar 3,5 miliar.
"Dalam setahun menghasilkan (DOC) sekitar 75 juta per minggu. Sementara kebutuhan hanya maksimal di angka 50 juta per minggu, artinya ada kelebihan DOC per minggu 25 juta ekor atau kelebihan PS sekitar 10 jutaan," pungkas Kadma.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) mengundang 12 pengusaha dan memberikan pengarahan untuk melakukan tindakan guna menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan. Dalam pengarahan tersebut dihasilkan kesepakatan untuk mengurangi jumlah ayam dengan memusnahkan sebanyak enam juta ekor PS.
Sayangnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai hal tersebut merupakan tindakan persekongkolan untuk membatasi pasokan ke pasar karena tidak adanya dasar hukum. Akhirnya, KPPU menghentikan pemusnahan PS yang pada Desember lalu sudah dimusnahkan sebanyak tiga juta ekor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News