Illustrasi dwelling time. ANTARAFOTO/Hermanus Prihatna
Illustrasi dwelling time. ANTARAFOTO/Hermanus Prihatna

Lamanya Dwelling Time karena Tidak Ada Buffer Zone

Annisa ayu artanti • 25 Agustus 2015 15:10
medcom.id, Jakarta: Mengulik persoalan waktu bongkar muat barang (dwelling time) di pelabuhan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli menemukan satu celah yang juga menjadi penyebab lamanya proses waktu bongkar muat tersebut yaitu tidak ada zona penyangga atau pemisah antara barang yang high risk dan low risk.
 
"Yang saya kaget bahwa ternyata tidak ada buffer zone," kata Rizal saat konferensi pers usai rapat terkait soal dwelling time di Kantor Menko Kemaritiman, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Selasa (25/8/2015).
 
Ia menjelaskan penumpukan barang memang lebih sering terjadi bila adanya barang berbahaya (high risk) dalam satu zona. Oleh karena itu, Ia mengharapkan untuk tidak terjadi penumpukan di satu zona tersebut dibuatkannya buffer zone. 

"Misalnya impor barang berbahaya, harusnya dipindahkan ke lokasi terpisah. Ikan yang ada racunnya, high risk, pindah ke buffer zone. Jangan numpuk disitu. Kalau perlu ada karantina, impor ternak yang ada penyakitnya Harusnya digeser ke buffer zone," ucap dia.
 
Lebih lanjut, dia meminta untuk dibuatkan buffer zone di pulau terluar Kepulauan Seribu. Dia bersama Laksmana Marsetyo sudah membidik Pulau Damar yang dijadikan buffer zone. Sehingga segala barang yang sifatnya berbahaya akan diasingkan ke pulau tersebut.
 
"Kami minta dibangun buffer zone di lokasi disitu. Untuk yang betul-butul berbahaya misalnya dinamit, tadi penasihat kami Laksamana Marsetyo sarankan supaya kita pilih Pulau paling jauh di Kepulauan Seribu, di pulau damar, kalau ada barang yang high risk, apa karena racun, penyakit, peledak, kita drop disitu. Diperiksa di situ," jelas dia.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan