“Skema upah per jam dalam Omnibus Law itu akan menggenjot investasi dan menumbuhkan lapangan kerja baru,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita melalui keterangan tertulisnya, Selasa, 31 Desember 2019.
Sistem upah yang dihitung per jam bukanlah hal yang baru dalam dunia tenaga kerja seperti data yang disampaikan World Population Review. Sepuluh negara sudah menggunakan skema tersebut dengan yang nilai besar, yakni Luksemburg, Australia, Prancis, Selandia Baru, Jerman, Belanda, Belgia, Inggris, Irlandia, dan Kanada.
Agus menegaskan pihaknya akan tetap mengikuti pola gaji minimum bulanan untuk sektor industri. Akan tetapi sektor penunjang industri seperti sektor jasa dan perdagangan dapat memanfaatkan penerapan upah per jam.
“Penerapan gaji per jam ini untuk pekerja jasa dan pekerja paruh waktu. Misalnya konsultan. Skema pengupahan per jam sebenarnya sudah lumrah dilakukan di negara-negara maju,” ungkapnya.
Manfaat pembayaran per jam ini juga akan membuka kesempatan bagi perusahaan dalam memberikan fleksibilitas untuk menerapkan pengupahannya. “Sebenarnya ini adalah opsi perusahaan maupun pekerja dalam menentukan cara kerja yang paling tepat untuk mereka,” imbuhnya.
Saat ini, dengan skema gaji tetap, pekerja yang masuk dengan jumlah hari yang berbeda tetap mendapatkan gaji yang sama. Sementara upah per jam, upah yang diterima pekerja sesuai dengan jam kerjanya.
“Oleh karena itu, diharapkan bisa meningkatkan produktivitas pekerja kita,” ujar Agus.
Menperin pun mengemukakan, pemerintah sedang memberikan perhatian lebih kepada pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebagai program prioritas. Fokus ini salah satunya guna merebut peluang terhadap momentum bonus demografi yang dinikmati Indonesia hingga 2030 nanti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id