Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan perjanjian kerja sama ini merupakan tahapan penting dalam mencapai tujuan penegakan hukum dan kemudahan berusaha. Hal ini mengingat Kemenkum HAM merupakan gerbang pertama dalam pendaftaran badan hukum termasuk badan usaha.
"Ini merupakan satu milestone, langkah yang sangat penting. Dulu sudah dikeluarkan perpres ini lah tindak lanjut dengan kerja sama antarkementerian dan dalam waktu dekat saya akan keluarkan permenkumham tentang beneficial ownership secara teknis," ujarnya di Golden Ball Room, The Sultan Hotel, Jakarta, Rabu, 3 Juli 2019.
Penguatan data beneficial ownership menjadi penutup atas potensi celah tindak kejahatan mengingat banyaknya upaya pengelabuan informasi manfaat melalui tindakan-tindakan berlapis dengan menggunakan corporate vehicle, antara lain dengan shell companies atau nominees.
"Maka kami percaya dengan ini kita sebagai negara di antara negara-negara dunia yang berupaya mencegah money laundring, pendanaan terorisme, penghindaran pajak, dapat kita lakukan," imbuhnya.
Yasonna menambahkan saat ini Indonesia dalam proses menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF) untuk memberikan jaminan kepastian hukum dalam berusaha dan memastikan badan usaha tidak dimanfaatkan dalam melakukan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Tindakan konkret pemerintah dalam memenuhi rekomendasi FATF ialah regulasi yang mengatur beneficial owner dalam korporasi melalui Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
"Pada intinya Perpres ini mewajibkan seluruh stakeholders baik instansi pemerintah, korporasi, yang terdiri atas pendiri atau pengurus, ataupun melalui notaris untuk melaporkan informasi pemilik manfaat," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News