Aski ini memang bisa merugikan. Jika terjadi, perbankan akan mengalami krisis. Perbankan bisa mengalami kekeringan likuiditas dan membuat kepanikan publik. Akibatnya bisa bermacam-macam, bisa dimulai dari kenaikan inflasi yang akan berujung kepada melemahnya nilai tukar rupiah.
Melemahnya inflasi bisa berdampak ke kenaikan suku bunga. Bank akan menaikan suku bunga yang pada akhirnya akan menggerus kredit ditengah melambatnya perekonomian akibat daya beli yang lemah.
Sementara melemahnya nilai tukar rupiah bisa membuat mahal kebutuhan barang melalui impor. Ini bisa semakin menekan masyarakat jika impor itu berhubungan dengan kebutuhan dasar masyarakat.
Ini bisa berbahaya karena isu ini menyebar kerena adanya gangguan terhadap stabilitas ekonomi yang masih dihantui sentimen global dari hasil Pilpres AS yang dimenangkan oleh taipan Donald Trump.
Kemudian dalam Infografis mengenai Rush Money yang dikutip Metrotvnews.com, Senin 21 November 2016, langkah yang harus dilakukan supaya tak melakukan ini adalah tetap tenang dan menabung di bank. Hal ini juga perlu disosialisasikan supaya tak mengundang kepanikan dari berbagai pihak.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani pernah menegaskan, seharusnya rush money tak perlu terjadi. Rush money dihembuskan akan terjadi pada 25 November nanti.
Menurut Sri Mulyani, rush money yang dihembuskan bakal terjadi akhir bulan ini sudah tak memiliki relevansi. Karena aspirasi masyarakat yang menuntut dugaan penistaan agama oleh Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sudah didengar.
Padahal, stabilisasi sektor keuangan sangat berhubungan dengan upaya penciptaan dan pengentasan kemiskinan. Celakanya, rush money akan merusak sistem perbankan.
Sekadar informasi, gerakan rush money timbul di kalangan masyarakat yang kecewa dengan penegakkan hukum terhadap Basuki Tjahja Purnama (Ahok) yang dianggap atau diduga melecehkan salah satu ayat suci di dalam sebuah kitab suci agama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News