OJK pun merasa cukup yakin bahwa manajemen baru yang ditempatkan pemegang saham di Bank Papua dapat menyelesaikan permasalahan kredit macet yang sahamnya dimilikinya Pemerintah Daerah Papua.
"Mereka sudah rapat umum pemegang saham (RUPS) Minggu lalu. Ada dua keputusan yang diambil. Pertama, membentuk pencadangan sehingga NPL netto di bawah 5 persen, kemudian tambahan modal dari para pemilik sehingga CAR-nya tetap di atas profil risiko dan masih ada kapasitas untuk pemberian kredit baru. Jadi Bank Papua sudah ada solusi yang tepat," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon saat dihubungi.
Dalam laporan keuangan Bank Papua per 31 Maret 2017 tercatat, angka rasio kredit ber-masalah (NPL) secara gross sebesar 19,93 persen dan 9,49 persen secara netto.
Angka itu jauh lebih tinggi ketimbang periode sama tahun lalu, yaitu NPL gross 10,42 persen dan NPL netto 3,57 persen. Ketersediaan modal (CAR) sebesar 16,82 persen atau lebih rendah daripada tahun lalu yang sebesar 18,30 persen.
Baca: OJK Kawal Bank Papua Tekan Kredit Bermasalah
Selanjutnya, kata Nelson, menjadi tugas dan pekerjaan rumah bagi pengurus baru untuk menurunkan NPL gross. Caranya antara lain dengan hapus buku atau melalui peningkatan kredit baru dengan lebih selektif agar kredit macet tidak berulang.
"Pengurus Bank Papua baru-baru. Tentu mereka tahu kapan harus menyalurkan kredit baru, ke sektor apa, dan lainnya. Mereka sudah ahli dalam risk management," ujarnya.
Sejak 2010, strategi bisnis Bank Papua memang lebih ke kredit produktif, seperti kredit modal kerja dan investasi, setelah sebelumnya perusahaan tersebut lebih fokus kepada kredit konsumtif. Persoalan kredit bermasalah timbul karena bank tersebut belum memiliki infrastruktur yang kuat untuk menggarap kredit produktif yang umumnya disalurkan dalam jumlah besar.
Berbenah
Direktur Utama Bank Papua F Zendarto mengakui kredit bermasalah di bank yang dipimpinnya itu cukup tinggi, yakni mencapai Rp2,06 triliun. Dari jumlah tersebut, yang dianggap macet mencapai sekitar Rp1 triliun.
"Memang tingkat kredit macet di Bank Papua tinggi. Saat ini sedang diupayakan agar para kreditur segera mengembalikan dana yang dipinjam," kata Zendarto.
Baca: OJK Minta Bank Papua Kurang Rasio Kredit Macet
Persoalan kredit bermasalah di Bank Papua harus dianggap serius karena telah berlangsung cukup panjang dan bisa membuat pemegang saham terus-menerus menyuntikkan modal.
Bila dibandingkan nilai kredit bermasalah dengan modal dasar Bank Papua sebesar Rp4 triliun, rasionya telah mencapai 50 persen dari modal. Persoalan kredit bermasalah juga akan terus membebani keuangan perseroan karena menekan profitabilitas.
Pada 2015, laba Bank Papua masih tercatat Rp331 miliar. Sementara itu, pada 2016 turun drastis hingga hanya tersisa sepertiga yakni Rp111 miliar. (Media Indonesia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id