Illustrasi.ANT/Rosa Panggabean.
Illustrasi.ANT/Rosa Panggabean.

Intip Data Kartu Kredit Buat Penjualan di Pusat Belanja Anjlok 40%

Husen Miftahudin • 09 Juni 2016 04:32
medcom.id, Jakarta: Kebijakan pemerintah yang mewajibkan perbankan menyampaikan laporan data transaksi kartu kredit dinilai merugikan pelaku usaha di pusat perbelanjaan. Tak tanggung-tanggung, akibat kebijakan tersebut penjualan produk-produk di pusat perbelanjaan anjlok hingga 40 persen.
 
Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Belanja Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengakui kebijakan tersebut telah membawa dampak besar terhadap kerugian yang diderita pelaku usaha di pusat perbelanjaan. Ketakutan para pemegang kartu kredit yang akhirnya menutup akun mereka membuat transaksi perdagangan di pusat perbelanjaan melorot drastis.
 
"Faktor kartu kredit itu menurunkan penjualan dan jelas terasa dampaknya. Pengaruhnya bisa menurunkan 20 persen sampai 40 persen. Kebijakan ini buat ketakutan pemegang kartu kredit dan menurunkan sales (penjualan) kita," ujar Budihardjo usai Deklarasi Hippindo di Hotel Indonesia Kempinski, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (8/6/2016).

Ketua Dewan Penasihat Hippindo Handaka Santosa membeberkan hal serupa. Menurut dia, pihak yang paling berdampak dari kebijakan pelaporan data transaksi kartu kredit ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak ini adalah pelaku usaha merchant di pusat perbelanjaan.
 
Padahal jika dilihat lebih jauh, 60 persen pertumbuhan ekonomi ditopang oleh konsumsi domestik. Jika pemerintah ngotot menerapkan aturan yang dinilai membantu meningkatkan penerimaan negara itu, maka pemerintah harus bersiap jika pertumbuhan ekonomi akan semakin melambat.
 
"Jika (konsumsi domestik) diganggu, maka akan sulit bagi ekonomi kita untuk tumbuh. Dampaknya sudah terlihat di beberapa anggota kita seperti restoran, penjualan alat rumah tangga, ritel, dan lain sebagainya," ketus Handaka.
 
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani menyesalkan langkah pemerintah yang harus menumbalkan daya beli masyarakat demi peningkatan pendapatan negara. Memang kebijakan pelaporan data transaksi kartu kredit bisa meningkatkan penerimaan negara dari pajak yang akan dikenakan bila ada transaksi yang melebihi penghasilan yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
 
"Tapi di sisi lain daya beli masyarakat harus jadi tumbal. Pemegang kartu kredit sudah ketakutan terlebih dahulu karena dengan melihat profil belanjanya, otomatis dia akan dikali tiga. Misalnya belanja Rp10 juta, maka pendapatan (pemegang kartu kredit) harus di atas Rp30 juta. Ini kan buat orang-orang yang melihatnya sudah pada malas semua, sehingga imbasnya menutup kartu kredit," tegas dia.
 
Meskipun demikian, niatan pemerintah untuk menggenjot penerimaan merupakan hal yang mulia demi mendorong pembangunan.
 
"Mungkin niatnya baik, tapi ini dilakukan pada momen yang tidak tepat," pungkas Hariyadi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan