"Sebagian besar adalah tanah negara bekas hutan, itu tidak masalah," kata Sofyan ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat, 7 Februari 2020.
Sofyan mengungkapkan selain lahan milik negara, pembangunan ibu kota negara juga menggunakan lahan milik masyarakat. Pembebasan lahan warga disertai uang ganti rugi sesuai mandat UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Pasal lima UU tersebut menyatakan pihak yang berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum setelah pemberian ganti rugi atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Kalau tanah masyarakat kena maka kana dilakukan mekanisme pelepasan sesuai UU Nomor 2," ujar dia.
Aturan itu juga berlaku di lahan konsesi yang digunakan oleh Sukanto Tanoto. Ia bilang konsesi hutan tanaman industri (HTI) di lahan tersebut telah selesai. Pemerintah pun sudah mencabut dan mengambil alih konsesi tersebut tanpa memberikan kompensasi.
"Tidak (ada kompensasi). Kepastian hukum ya begitu, namanya konsesi itu seperti itu, bisa diambil kembali," tegas dia.
Mengutip data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), pembangunan kawasan pusat pemerintahan di ibu kota baru memakan lahan seluas 5.644 hektare (ha). Saat ini konsesinya masih dipegang oleh PT Itci Hutani Manunggal (IHM) dengan masa konsesi berakhir di 2042.
Demikian pula lahan yang akan diperuntukkan bagi perumahan aparatur sipil negara, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, kampus, riset, dan fasilitas publik lainnya berada di lahan seluas 42 ribu ha. Konsesi lahan di kawasan tersebut juga masih dipegang IHM. Seluruh area berada di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News