Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro. (FOTO: Medcom.id/Husen Miftahudin)
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro. (FOTO: Medcom.id/Husen Miftahudin)

Kunci Keberhasilan Pembangunan Perkotaan

Ilham wibowo • 15 April 2019 09:27
Jakarta: Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan pembangunan ekonomi di perkotaan perlu diimbangi dengan kebijakan dan program yang tepat. Realisasi strategi pertumbuhan tersebut perlu diwujudkan secara berkelanjutan.
 
Pernyataan itu disampaikan Bambang saat menghadiri acara 'Scaling Up Investment for Sustainable Urban Infrastructure: A Guide to National and Sub-National Reform' yang diselenggarakan World Resource Institute (WRI) di Washington DC, Jumat, 12 April 2019.
 
Pertumbuhan ekonomi Indonesia  yang berkembang pesat pada periode 1996-2016 tidak sekuat Tiongkok dan negara Asia Timur dan Pasifik lainnya. Hal ini disebabkan sulitnya akses masyarakat terhadap kebutuhan dasar, mengingat angka pemenuhan kebutuhan dasar di Indonesia masih di bawah angka pertumbuhan penduduk perkotaan, juga masih lebih rendah dibanding negara tetangga di sekitar Asia Tenggara.

Kebutuhan dasar tersebut bukan hanya akses terhadap air dan sanitasi, tetapi mencakup tempat tinggal dan transportasi. Menteri Bambang menilai publikasi yang diterbitkan WRI sangat bermanfaat untuk menjadi panduan bagi pembangunan di tataran nasional maupun regional.
 
"Publikasi ini sangat penting bagi Indonesia yang notabene adalah negara desentralisasi, mengingat cukup tingginya tingkat ketergantungan pemerintah lokal dan provinsi terhadap APBN dan APBD. Pemerintah lokal membutuhkan strategi yang lebih baik untuk menggaet investasi yang berguna bagi infrastruktur perkotaan yang berkelanjutan," ujar Bambang melalui keterangan tertulis yang diterima Medcom.id, Senin, 15 April 2019.
 
Pada 2045, Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia akan memiliki populasi yang diproyeksikan bertambah 65,9 juta jiwa. Saat ini, Indonesia memiliki 10 area metropolitan yang berkontribusi sebesar 30 persen terhadap PDB 2017.
 
Ibu kota Jakarta bahkan menyumbang 12,81 persen dari PDB dengan konsekuensi seperti biaya ekonomi hasil dari polusi udara sebesar Rp28 triliun per tahun, kesempatan ekonomi yang hilang karena macet yang mencapai Rp5 miliar per tahun. Selain itu, satu dari tiga anak atau 27,5 persen dari total keseluruhan anak Indonesia mengidap stunting yang dihasilkan kurangnya infastruktur dasar dan malnutrisi.
 
Pada umumnya, setiap satu persen pertambahan populasi perkotaan akan menaikkan PDB per kapita sebesar tiga persen dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Namun demikian, pertambahan yang sama di Indonesia hanya mampu menambah 1,4 persen kenaikan.
 
Karenanya, Indonesia perlu waspada akan kebijakan kependudukan. Bukan tidak mungkin urbanisasi tanpa pertumbuhan ekonomi akan terjadi. Penyebab utama dari kondisi tersebut adalah kurangnya infrastruktur dasar, juga akses terhadap air dan sanitasi, perumahan layak, hingga transportasi mumpuni.
 
"Sesuai dengan Visi Indonesia 2045, Indonesia harus cermat dalam menerapkan kebijakan terkait regulasi, kolaborasi pemerintah daerah dan sektor lainnya, serta integrasi sistem perencanaan, penganggaran, dan pendanaan yang baik. Prosesnya harus digital sehingga mampu menekankan efisiensi pelayanan kepada masyarakat perkotaan," papar Bambang.
 
Pembangunan Rendah Karbon (PRK) juga perlu menjadi perhatian lantaran mendorong pengurangan efek rumah kaca sebesar 43 persen pada 2030 juga menjadi instrumen penting dalam mewujudkan pembangunan perkotaan yang baik. Penerapan konsep bangunan hijau di Jakarta misalnya, konsumsi energi menurun 853.914 MWh per tahun.
 
Perencanaan regional seperti ini hanya akan sukses saat tema pembangunan disesuaikan dengan sektor yang sedang maju di daerah bersangkutan serta rencana pembangunan yang terintegrasi dan spasial. Strategi pendanaan infrastruktur perkotaan yang kreatif juga tidak kalah penting.
 
Pembangunan perkotaan bisa dilakukan dengan skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) maupun  pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA). Pendanaan alternatif dengan bujet non-pemerintah lainnya juga bisa dilakukan seperti pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya, keuangan Islam, dan obligasi jangka panjang.
 
"Indonesia juga harus memiliki perencanaan pembangunan perkotaan yang ditargetkan untuk penyebaran pertumbuhan ekonomi, serta penciptaan keseimbangan dan penurunan ketimpangan antarwilayah," ucapnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan