Illustrasi. Dok: AFP.
Illustrasi. Dok: AFP.

Penerapan EOR di Rokan Terganjal Formula Khusus Chevron

Suci Sedya Utami • 29 Januari 2020 19:14
Jakarta: Penerapan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) di Blok Rokan hingga hari ini belum dilakukan. Padahal teknologi ini diyakini bisa meningkatkan produksi di blok tersebut.
 
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan, kajian terkait EOR memang telah dilakukan oleh PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) yang saat ini masih menjadi operator pengelola di blok tersebut hingga Agustus 2021 sebelum nantinya dialihkelolakan pada Pertamina. Nicke bilang kajian dilakukan Chevron selama empat tahun.
 
Dirinya menginginkan hasil kajian EOR tersebut bisa diserahkan pula pada Pertamina sebagai pengelola selanjutnya. Namun, ternyata terdapat satu komponen atau formula yang ternyata tidak masuk dalam bagian cost recovery (CR) sehingga Chevron tidak bisa memberikannya cuma-cuma pada Pertamina.

"Ini yang sebetulnya kita inginkan agar diserahkan juga ke Pertamina, ketika nanti terjadi alih kelola karena kami berfikir ini cost recovery. Namun ternyata ada formula yang enggak masuk cost recovery," kata Nicke dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 29 Januari 2020.
 
Nicke mengaku tidak mengetahui formula yang dimaksudkan tersebut. Ia bilang karena tidak masuk dalam komponen cost recovery, maka akan diserahkan ke Pemerintah dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Nantinya Pemerintah yang akan memutuskannya.
 
Nicke mengatakan apabila formula tersebut tidak diberikan pada Pertamina, maka pihaknya perlu waktu empat tahun lagi untuk menerapkan EOR karena mesti melakukan kajian ulang.
 
Maka dari itu Nicke meminta dukungan Komisi VII terkait terkait alih kelola Blok Rokan dari Chevron ke Pertamina terutama terkait formula EOR tersebut.
 
"EOR untuk ini tuh spesifik unik untuk setiap lokasi berbeda sehingga kami tentu berharap dukungan dari Komisi VII untuk alih kelola ini salah satu yang juga menjadi kunci adalah formula EOR. Kemudian kita diberikan kesempatan untuk masuk melakukan pengeboran di sana, menahan laju penurunan," tutur Nicke.
 
Sebab Nicke tidak ingin transisi alih kelola di Blok Rokan seperti yang terjadi di Blok Mahakam. Ia bilang sebab jika menunggu sampai waktu habis dan Pertamina belum bisa mengeksekusi di blok tersebut maka tidak terjadi investasi seperti di Blok Mahakam dalam dua tahun terakhir.
 
Ia bilang di Blok Mahakam setahun setelah Pertamina masuk yang dilakukan hanya menjalankan plan of development (POD) yang sudah ada, terutama menahan laju penurunan produksi yang telah mencapai 75 persen.
 
"Jadi secara umum kalau belajar dari kasus Mahakam harusnya transisi Blok Rokan ini berjalan lebih awal lagi," jelas Nicke.
 
Presiden Direktur CPI Albert Simanjuntak dalam rapat dengar pendapat dengn Komisi VII DPR RI pada, 20 Januari lalu mengatakan terkait salah satu formula yang tidak tertanggung dalam cost recovery nantinya menjadi urusan business to business (B-to-B) dengan Pertamina.
 
"Ada formulanya termasuk cara melaksanakannya, SOP teknisnya. Chemical-nya diproduksi oleh Chevron, tentu pabriknya miilik Chevron. Nanti ada pembicaraan B-to-B," ujar Albert.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan