Sekretaris Jenderal Kemenperin Haris Munandar mengatakan kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah, yang salah satu pusat pengembangan smelter nikel, telah memberikan kontribusi signfikan bagi perekonomian daerah setempat dan nasional.
"Dari kawasan tersebut, nilai investasi sudah menembus USD5 miliar, ekspornya mencapai USD4 miliar, dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 30 ribu orang hingga 2018," jelas Haris melalui keterangan tertulisnya, Senin, 29 April 2019.
Dia memaparkan hilirisasi produk tambang atau galian nonlogam menjadi salah satu yang dipacu. Haris menjelaskan Indonesia pernah mengekspor bauksit dan mengimpor alumina untuk membuat aluminium.
"Tetapi sekarang kita sudah punya pabrik untuk mengolah bauksit menjadi alumina, sehingga industri aluminium kita bisa menggunakan bahan baku yang kita produksi sendiri. Ini contoh dari dampak hilirisasi," imbuhnya.
Selain itu, program hilirisasi juga dilakukan di sektor agro seperti industri minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO), memberikan rasio ekspor produk hilir di industri CPO sebesar 80 persen dibandingkan produk hulu.
"Kita sudah melakukan diversifikasi produk CPO, sehingga produk turunan CPO kita sudah banyak hingga lebih dari 100 produk, sampai misalnya kepada produk biodiesel," terang Haris.
Melalui hilirisasi, industri manufaktur juga memberikan sumbangsih terbesar bagi nilai ekspor nasional. Tahun lalu, kontribusi ekspor produk manufaktur mencapai 72,28 persen dari total ekspor nasional. Nilai ekspor industri pengolahan nonmigas sepanjang 2018 mampu menembus USD130,74 miliar atau naik dibanding 2017 sebesar USD125,10 miliar.
“Produk ungggulan espor kita, di antaranya makanan dan minuman, pakaian dan alas kaki, hingga kendaraan roda dua dan empat. Bahkan, salah satu perusahan farmasi kita sudah menjadi tiga besar di pasar Inggris dan mulai ekspansi ke negara Eropa lainnya," paparnya.
Untuk itu, guna memacu produktivitas industri di dalam negeri, Kemenperin terus berupaya menjaga ketersediaan bahan baku dan bahan penolong sebagai kebutuhan proses produksi di sektor manufaktur. Di samping itu, diperlukan harga energi yang lebih kompetitif untuk sektor industri, baik itu listrik maupun gas. Ini yang akan mendorong pula daya saing di kancah internasional.
"Selain menggenjot nilai ekspor, pemerintah sedang fokus menarik investasi, terutama untuk sektor industri yang berperan sebagai substitusi impor," tambah dia.
Dengan adanya investasi masuk, akan terjadi transfer teknologi ke perusahaan lokal, terutama dalam penerapan digitalisasi seiring dengan kesiapan dalam memasuki era industri 4.0. Haris menambahkan pertumbuham industri sangat bergantung pada tiga faktor, yakni investasi, teknologi, dan SDM.
"Dengan adanya investasi, industri itu akan tumbuh. Kemudian yang kedua. diperkuat dengan teknologi dan SDM. Tiga hal tersebut sudah dipikirkan oeh pemerintah, sepereti melalui pemberian insentif," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News