Saat ngobrol santai dengan wartawan beberapa waktu lalu, Arcandra mengungkapkan alasannya mengajar ngaji karena tak ada sekolah-sekolah umum di AS yang mencantumkan agama Islam sebagai mata pelajarannya. Sehingga, satu-satunya cara anak mendapatkan ilmu agama Islam adalah dari keluarga.
"Akses anak ke pelajaran agama satu-satunya adalah dari keluarga. Hidup di luar negeri adalah pilihan, namun pengetahuan agama bagi anak-anak kita adalah wajib," kata Arcandra di Kantor Kementerian ESDM, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, seperti diberitakan, Senin (15/8/2016).
Berangkat dari sana, menteri berdarah Minang ini terdorong untuk mengajarkan mengaji kepada Warga Negara Indonesia (WNI) muslim. Arcandra menyebutkan, murid yang dididiknya hanya tiga orang yang notabene adalah anak-anak dari sahabat-sahabatnya.
Arcandra menjelaskan, metode mengaji yang dilakukannya berbeda dengan pengajian-pengajian pada umumnya. Untuk murid yang ingin belajar agama Islam pada dirinya kala itu, ada dua persyaratan yang diajukannya. Pertama adalah mengaji dengannya dilakukan pada Sabtu mulai pukul 10.00 sampai dengan 13.00. Waktu itu dipilihnya saat orangtua dan anak libur bekerja dan sekolah.
Kedua, orangtua sang anak harus ikut dalam pengajian tersebut. Hal itu juga menjadi metodenya karena mengaji hanya dilakukan seminggu sekali. Dia pun berharap orangtua dapat mengajarkan kepada sang anak pada saat mereka bersekolah.
Setelah persyaratan tersebut disetujui, kurikulum awal yang diberikan adalah belajar membaca Al-Quran dengan buku Iqra, belajar gerakan salat dan bacaan salat, doa kedua orangtua, dan doa sapu jagad.
"Sampai 11 belajar Iqra, 11 sampai 12 belajar bacaan salat, terus terakhir kita ajarkan doa saja. Dua saja doanya. Doa sapu jagad dan buat orangtua," sebut dia.
Lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) juga menjelaskan, kegiatan tersebut sudah dimulainya pada 2006. Seiring berjalannya waktu, kegiatan belajar mengaji ini semakin besar. Sehingga dibentuk Islamic Family Academy (IFA).
Pesertanya pun berkembang tidak hanya berdarah WNI saja, tetapi warga asing juga. Guru yang mengajar pun juga sudah banyak. Tidak hanya dirinya, Arcandra mengajak teman-temannya yang begelar profesor untuk mengaji.
"Ada dari Malaysia, ada dari Singapura. Murid sudah banyak. Tidak mungkin diajar satu orang," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News