Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro. Foto : MI/Ramdani.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro. Foto : MI/Ramdani.

Multifinance Harus Beradaptasi dengan Ekonomi Digital

Angga Bratadharma • 06 Oktober 2019 14:40
Jakarta: Meningkatnya jumlah kelas menengah di Indonesia dalam satu dekade terakhir telah mendorong tingkat konsumsi masyarakat ke arah yang lebih tinggi.
 
Keberadaan dan fungsi perusahaan pembiayaan sebagai salah satu alternatif masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya semakin menjadi tidak terpisahkan, terutama pada kalangan kelas bawah dan menengah.
 
Peta persaingan pada industri pembiayaan pun semakin ketat dan menuntut perusahaan berpikir lebih keras untuk menentukan strategi bisnisnya dalam menghadapi persaingan mendapatkan porsi konsumen pembiayaan. Hal itu menjadi penting agar bisa tetap tumbuh di tengah sengitnya persaingan bisnis sekarang ini.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan pihaknya ingin mendorong perusahaan pembiayaan atau multifinance menyikapi masa depan dengan baik. Pertama, ekonomi digital.
 
"Bagaimana multifinance menyikapi ekonomi digital dengan fintech atau pembiayaan dari e-commerce," kata Bambang, dalam pidatonya di Indonesia Multifinance of The Year 2019, seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, di Jakarta, Minggu, 6 Oktober 2019.
 
Dia mencontohkan apabila membeli mobil online, berarti multifinance juga memberikan pembiayaan ala online.
 
"Jadi intinya landskap ekonomi digital menjadi perhatian pelaku multifinance di fintek itu tadi," tambah Bambang.
 
Berdasarkan data laporan kinerja perusahaan multifinance yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran pembiayaan hingga Juni 2019 mencapai Rp463,38 triliun. Angka ini tumbuh sekitar 4,47 persen dari Juni 2018 yang mencapai Rp443,54 triliun. 
 
Dari total angka tersebut sebanyak 22 persen disalurkan untuk kendaraan bermotor roda dua dan 41,6 persen untuk kendaraan roda empat. Sisanya disalurkan untuk barang konsumsi lainnya, barang produktif, barang infrastruktur, jasa serta piutang usaha.
 
Sedangkan total aset perusahaan pembiayaan di Indonesia mengalami pertumbuhan sebanyak 2,77 persen pada Juni 2019 secara tahun ke tahun (yoy). Sementara total aset pada Juni 2018 tercatat Rp499,3 triliun, dan untuk Juni 2019 tercatat sebesar Rp513, 2 triliun.
 
Dalam menjalankan roda bisnisnya, perusahaan pembiayaan sangat bergantung dari sumber pendanaan, baik dari bank, investor dalam negeri maupun luar negeri. Kesehatan kinerja keuangan perusahaan pembiayaan menjadi syarat mutlak bagi perusahaan yang ingin mendapatkan sumber pendanaan dar pihak eksternal.
 
OJK sebagai regulator institusi keuangan di Indonesia telah menetapkan batas minimum kondisi finansial sebuah perusahaan pembiayaan untuk dapat dikategorikan sebagai perusahaan yang sehat secara finansial. Hal itu dituangkan dalam Peraturan OJK Nomor 35/POJK.05/2018  Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
 
Peraturan ini merupakan penyempurnaan dari Peraturan OJK Nomor 29/POJK.05/2014 yang memiliki tujuan untuk meningkatkan peranan perusahaan pembiayaan dalam perekonomian nasional, meningkatkan pengaturan prudensial, dan meningkatkan perlindungan konsumen.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan