"Enggak sampai satu persen," ujar Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Franky Sibarani saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (25/10/2014).
Franky menjelaskan, anggota Gapmmi yang tergolong kelompok industri menengah memakai BBM industri yang mengacu harga internasional dalam proses produksinya.
Oleh karenanya, faktor penyumbang kenaikan harga produk makanan dan minuman terjadi pada tahapan distribusi. Diungkapkannya, komponen distribusi hanya menyumbang dua persen dari pembentukan harga.
"Kalau distrubisi masih ada yang menggunakan BBM subsidi karena menggunakan pihak ketiga," katanya.
Namun, Franky justru mengkhawatirkan kelompok usaha kecil dan menengah (UKM) yang tidak mempunyai akses untuk mendaptkan BBM industri dari Pertamina. Otomatis, kelompok ini harus menggunakan BBM seperti masyarakat pada umumnya. Alhasil, biaya produksinya ikut meningkat.
Sebelumnya, Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo mengungkapan, inflasi pada November akan berkisar 3-3,5 persen jika pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla jadi menaikkan BBM bersubsidi sebesar Rp3 ribu per liter.
Sebenarnya, dampak langsung inflasi hanya sekitar 1,7 persen namun ada tambahan dari dampak tidak langsung semisal kenaikan tarif angkutan perkotaan dan kegiatan lain yang membutuhkan penggunaan BBM bersubsidi. Menimbang hal tersebut, kisaran inflasi 3-3,5 persen. Namun, dampak langsungnya hanya terjadi di bulan pertama. Setelah itu akan menyebar dan mengecil ke bulan-bulan berikutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News